“Allah-lah yang mencukupi segala keperluan hamba-hamba-Nya.”
Surat Qz-Zumar: 36
Dalam perjalanan hidup, kita sering merasa seolah semua beban ada di pundak kita. Tanggungan keluarga, kebutuhan ekonomi, masa depan anak-anak, pekerjaan yang tidak stabil, usaha yang naik turun, dan lainnya. Kadang pikiran terasa penuh, seakan dunia menutup jalan kiri dan kanan.
Namun wahyu datang memberi spirit penguatan. Seakan ingin mengatakan, “Tenanglah, ada Allah yang mengatur.”
Ayat di atas bukan hanya penghibur hati. Ia adalah prinsip manajemen kehidupan seorang mukmin. Kita berusaha, bekerja, merencanakan, mengejar target, bahkan lembur mencari tambahan. Tapi pada akhirnya, yang mencukupi semua kebutuhan kita bukan gaji, bukan bisnis, bukan relasi. Melainkan Allah Ta’ala.
Dalam ekonomi syariah, prinsip ini dikenal sebagai at-tawakkul. Yaitu sikap menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan ikhtiar terbaik. Tawakkal bukan berarti pasif. Justru ia adalah puncak keaktifan hati, sebab kita sadar bahwa kemampuan manusia terbatas, sedangkan kekuasaan Allah tidak.
Ada masa-masa ketika kita merasa usaha sudah maksimal, tapi hasilnya tidak terlihat. Ada hari ketika pengeluaran datang bertubi-tubi padahal pemasukan sangat kecil. Ada saat ketika rencana tidak berjalan, padahal doa sudah dipanjatkan.
Pada keadaan seperti itu, setan membisikkan ketakutan: “Apa kau sanggup? Bagaimana masa depanmu? Bagaimana keluargamu nanti?”
Tetapi pada saat yang sama, wahyu membisikkan ketenangan: “Allah yang mencukupimu.”
Lagi-lagi, hal seperti ini akan sering dialami oleh para pejuang dakwah. Apalagi ketika memikul amanah dakwah sambil menanggung nafkah keluarga. Ada hari ketika semuanya terasa berat, seperti memikul dunia seorang diri. Namun setiap kali hati ingat ayat ini, dada terasa lebih lapang.
Allah tidak pernah lelah mengurus hidup kita. Justru kitalah yang sering lelah karena terlalu ingin mengatur segalanya sendiri. Dalam logika ekonomi dunia, kesejahteraan tergantung pada pendapatan. Dalam logika ekonomi ilahi, kesejahteraan tergantung pada keyakinan bahwa Allah lah Al-Mukaffi — Yang Maha Mencukupi.
Ketika hati yakin bahwa Allah mengatur, maka usaha menjadi ringan, pekerjaan terasa seperti ibadah, dan kekhawatiran perlahan menghilang. Kita tetap bekerja keras, tetapi tidak panik. Kita tetap berusaha maksimal, tetapi tidak cemas berlebihan. Kita tetap menafkahi keluarga, tetapi tahu bahwa rezeki mereka sudah ditulis oleh Allah jauh sebelum mereka lahir.
Yang membuat hidup berat seringkali bukan kekurangan rezeki, tetapi kelebihan cemas. Dan obatnya adalah keyakinan: Jika Allah yang mengatur hidupmu, maka tidak ada satu pun yang perlu kamu takuti.



