Wednesday, December 17, 2025
HomeArtikelSpirit Wahyu : Ngopi Pagi di Serambi

Spirit Wahyu : Ngopi Pagi di Serambi

Oleh: Sarmadani Karani*

Serambi rumah itu menjadi saksi sunyi bagaimana sebuah pagi dapat memanggil kembali kesadaran tentang perjalanan panjang dakwah. Secangkir kopi tubruk yang mengepul setengah gelas menyebarkan aroma hangat ke udara lembap.

Gerimis tipis turun perlahan, memandikan langit Toli-Toli yang masih digelayuti gelap. Pada pukul 06.19, suasana seperti menahan napas, seolah-olah waktu mengajak siapa pun yang terjaga untuk merenungkan langkah berikutnya.

Di tengah kesunyian itu, jari saya menari lincah di layar ponsel, menanggapi pesan dari saudara-saudara seperjuangan yang tak henti mengalir. Rubrik “Spirit Wahyu” menunggu untuk dilanjutkan, sementara notifikasi lain berbunyi pelan, mengingatkan janji temu dengan Ustad Baharuddin Mustafa di Pelabuhan Tanjung Batu.

Aroma kopi pahit berpadu dengan udara basah, menciptakan harmoni khas pagi pesisir yang membangkitkan energi setelah malam panjang.

Dalam diam yang berirama, pikiran saya melayang jauh, menelusuri bentang Sulawesi Tengah yang tak pernah sederhana. Wilayah ini adalah panggung dari rute-rute yang berliku, jalan raya yang menanjak dan meliuk di antara pegunungan, serta hamparan pesisir dengan pasir hitam yang seperti menyimpan kisahnya sendiri.

Agenda Musda yang mendesak, mutasi petugas yang membutuhkan presisi, dan proyeksi program 2026 dan seterusnya melintas satu per satu dalam benak, seperti gugusan tugas yang terus bergerak.

Sulawesi Tengah bukan sekadar titik di peta. Di sini, setiap jembatan yang reyot, setiap sungai dengan arus yang keras kepala, dan setiap desa terpencil menghadirkan pelajaran tentang ketabahan. Akses yang sulit bukan lagi hambatan, tetapi bagian dari ekosistem dakwah yang menuntut kehadiran lahir batin.

Di medan seperti ini, setiap langkah terasa sebagai bagian dari ikhtiar panjang untuk menghadirkan cahaya bagi masyarakat yang tersebar hingga pelosok.

Namun di balik kompleksitas medan, terdapat kekuatan yang sudah mengikat, yaitu ukhuwah. Ia seperti akar kokoh yang memeluk bumi, menjadi fondasi bagi perjalanan tarbiyah dan dakwah yang kolektif dan inklusif.

Jaringan Hidayatullah di Sulawesi Tengah kini tumbuh gagah dengan 11 DPD yang aktif, dua kampus madya yang hidup dengan hiruk pikuk belajar, dan sekitar 3.000 santri yang menjadikan lembaga ini sebagai rumah ilmu. Peta pengabdian hanya menyisakan dua kabupaten yang belum tersentuh kepengurusan, seakan-akan ada bait puisi yang menunggu untuk disempurnakan.

Saat memikirkan capaian ini, saya melihat bagaimana kerja-kerja sunyi para dai, guru, dan pengurus telah membentuk mosaik kekuatan umat. Mereka hadir dalam bentuk sederhana. Pada tawa anak-anak di madrasah, pada dapur umum yang aktif setiap akhir pekan, hingga obrolan hangat selepas subuh yang memupuk harapan.

Semua itu menyuarakan pesan yang sama, bahwa dakwah bukan sebatas program, tetapi ekosistem nilai yang terus dirawat dari generasi ke generasi.

Gerimis pagi ini membawa renungan tambahan tentang masa depan. Program besar ke depan menuntut integrasi yang lebih rapi, mulai dari transformasi pendidikan, penguatan kaderisasi, hinggapengembangan pusat-pusat dakwah baru di daerah-daerah yang masih kosong.

Kita membutuhkan strategi yang bukan hanya teknis, tetapi juga spiritual dan sosial. Tantangan global yang kian cepat memerlukan respons yang tidak hanya reaktif, tetapi visioner.

Di titik inilah optimisme menemukan tempatnya. Sulawesi Tengah menawarkan ruang luas untuk membangun jaringan dakwah dan pendidikan yang lebih kuat. Setiap desa yang terasa jauh, setiap dusun yang tampak senyap, justru menyimpan potensi besar bila disentuh dengan pendekatan yang tepat. Kita memiliki modal sosial yang kuat, SDM yang terlatih, dan semangat kolektif yang terus terjaga.

Maka pagi ini, di bawah langit Toli-Toli yang masih gerimis, saya menyadari bahwa semua ini bukan sekadar catatan perjalanan, tetapi undangan untuk bergerak lebih jauh. Hidayatullah Sulawesi Tengah sedang berada pada fase penting untuk membangun struktur yang lebih rapi dan memperluas cakupan dakwah.

Dengan kerja sama yang solid, perencanaan matang, dan semangat yang terus dipupuk, masa depan itu bukan lagi mimpi, tetapi destinasi yang perlahan mendekat.

Inilah saatnya memperkuat jaringan, memperluas kolaborasi, dan memperbaharui komitmen. Dari serambi kecil ini, dengan secangkir kopi yang tinggal setengah, optimisme itu tumbuh kembali. Kita bergerak bukan karena wilayah ini mudah, tetapi justru karena tantangannya besar.

Dan di situlah letak kehormatan sebuah perjuangan, yaitu menjadikan Sulawesi Tengah lebih bercahaya melalui dakwah dan pendidikan yang berkelanjutan.

Toli-toli, 9/12/2025

*Sarmadani Karani, S.E., adalah Ketua DPD Hidayatullah Sidrap 2021-2025, yang sekarang diamanahi tugas sebagai Ketua DPW Hidayatulah Sulteng 2025-2030.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments