Rejuvinsi adalah sebuah keniscayaan, baik dalam organisasi maupun dalam perjalanan hidup manusia.
Ini adalah sebuah realitas yang tak terhindarkan, namun seringkali membawa dua kondisi jiwa yang berlawanan: harapan dan kekhawatiran.
Harapan muncul dari mereka yang melihat perubahan sebagai peluang untuk perbaikan dan kemajuan. Ada keinginan untuk ikut serta dalam proses tersebut, yang kemudian menumbuhkan optimisme.
Ini terjadi saat kita memahami bahwa rejuvinsi adalah aksioma kehidupan, sebuah prinsip dasar bahwa setiap individu atau organisasi pasti akan menghadapi titik di mana perubahan menjadi keharusan.
Kita harus sadar bahwa semua ada masanya, baik yang tua maupun yang muda. Setelahnya, akan tumbuh tunas-tunas baru, generasi muda yang siap menjadi pelanjut
sangat krusial. Demi kelangsungan hidup dan eksistensinya, organisasi harus senantiasa mampu melakukan pembaharuan diri. Stagnasi adalah musuh utama kemajuan.
Sebaliknya, kekhawatiran sering datang dari mereka yang sulit menerima realitas perubahan. Ada ketakutan akan kehilangan kenyamanan, kesejahteraan, atau posisi yang selama ini dinikmati.
Kekhawatiran juga bisa muncul ketika prestasi yang sudah diraih tidak dihargai, atau ragu apakah pengganti berikutnya mampu meneruskan warisan tersebut. Tak jarang, ini memicu pandangan meremehkan terhadap generasi penerus, terutama yang dianggap masih junior atau pendatang baru.
Harapan dan kekhawatiran seringkali terlihat seperti dua kutub yang berlawanan. Harapan seolah identik dengan generasi muda atau para inovator, sementara kekhawatiran lebih sering dikaitkan dengan para penikmat zona nyaman, biasanya dari kalangan senior.
Namun, pada hakikatnya, kedua perasaan ini bisa muncul bersamaan pada siapa saja. Kita tidak bisa begitu saja memisahkan mereka dalam dua kelompok yang berbeda.
Rejuvinsi seharusnya membawa harapan akan perubahan positif. Ia berfungsi menyegarkan dan mencerahkan kembali individu dan organisasi melalui inovasi dan adaptasi. Harapan ini mampu mengikis kekhawatiran, membuka pikiran menjadi lebih luas, dan menciptakan visi masa depan yang lebih baik.
Rejuvinsi harus dimaknai sebagai jembatan menuju kehidupan yang lebih baik, baik secara pribadi maupun organisasi. Harapan ini akan terwujud jika rejuvinsi dipersiapkan dengan matang. Ingatlah, perubahan dan pergantian adalah bagian dari takdir.
Allah SWT mengingatkan kita dalam QS Ar-Rahman; 26: “Semua yang ada di atasnya (bumi) itu akan binasa.”
Ayat ini adalah pengingat bahwa segala sesuatu di dunia ini fana, hanya Allah yang kekal.
Kesadaran akan keniscayaan rejuvinsi mestinya memotivasi kita untuk mempersiapkan diri. Ini termasuk menyiapkan masa purnabakti yang layak bagi para senior dan pelaku sejarah, serta merancang pola regenerasi yang baik dari senior ke junior.
Pembekalan mental-spiritual dan skill kepemimpinan menjadi kunci. Kita harus yakin akan hadirnya generasi yang mampu mengemban amanah sesuai zamannya, karena setiap era memiliki orangnya, dan setiap orang memiliki eranya.
Pada akhirnya, rejuvinsi adalah keniscayaan yang akan membawa makna dan kebahagiaan, baik bagi organisasi maupun individu.
Syaratnya, kita harus belajar menerima kekhawatiran, lalu mengubahnya menjadi harapan yang menumbuhkan langkah-langkah baru menuju kesuksesan dan kemajuan.