Pernahkah Anda melihat seorang pemimpin memilih orang untuk mengemban amanah besar? Ternyata, proses “rekrutmen” bukan hanya ada di dunia modern. Jauh sebelum konsep HRD dan wawancara kerja dikenal, Al-Qur’an sudah merekam kisah-kisah bagaimana para nabi dan orang terdahulu memilih orang dengan kriteria khusus untuk tugas yang sangat penting.
Yang menarik, kriteria itu bukan sekadar soal keterampilan teknis, tetapi menyangkut integritas, kecerdasan, bahkan ketangguhan mental dan fisik. Dari kisah-kisah berikut ini, kita akan belajar bahwa suksesnya sebuah amanah sering kali ditentukan oleh kualitas manusianya, dan Al-Qur’an sudah membocorkan resepnya sejak ribuan tahun lalu.
Dalam Al-Qur’an, sedikitnya ada dua kisah luar biasa tentang pencarian SDM (sumber daya manusia) dengan karakter tertentu untuk memikul amanah besar. Sebagaimana lazimnya kisah-kisah Qur’ani, selalu ada ibroh (pelajaran) yang bisa kita petik. Mari kita kaji satu per satu.
Pertama, Hafizhun ‘Alim dalam Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam
Setelah melalui perjalanan hidup yang penuh ujian, Nabi Yusuf akhirnya berdiri di hadapan Raja Mesir.
Beliau diminta menafsirkan mimpi sang Raja, lalu diangkat menjadi orang kepercayaan kerajaan.
“Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.’… ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.’” (QS. Yusuf: 54).
Yusuf kemudian meminta jabatan sebagai bendaharawan negara:
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (hafizh), lagi berpengetahuan (‘alim).” (QS. Yusuf: 55).
Imam al-Qurthubi menafsirkan hafizhun ‘alim sebagai sosok yang mampu menjaga amanah dan memahami betul urusan yang diemban. Pendapat lain menyebut, ia pandai menghitung, tertib mencatat, menjaga akurasi timbangan, dan mengelola masa paceklik.
Imam Ibnul Jauzi mencatatnya dalam tiga tafsiran. Pertama, menjaga amanat dan tahu waktu terjadinya masa paceklik (riwayat Ibnu ‘Abbas). Kedua, serupa dengan tafsiran al-Hasan. Ketiga, pandai menghitung dan menguasai berbagai bahasa, mengingat banyaknya tamu asing yang datang ke Mesir (tafsiran as-Suddi).
Kesimpulannya, SDM yang ideal minimal punya dua kualitas: teguh dan dapat diandalkan, serta menguasai bidangnya dengan baik. Penguasaan bahasa asing menjadi nilai plus.
Maka, ketika merekrut guru, dosen, pegawai, atau karyawan, pastikan kedua kualitas ini ada. Apalagi untuk jabatan manajerial atau kepemimpinan. Sebaliknya, staf atau pemimpin yang malas, tak bisa diandalkan, dan minim ilmu adalah bencana.
Kedua, Qawiyyun Amin dalam Kisah Nabi Musa ‘Alaihis Salam
Setelah peristiwa terbunuhnya seorang Mesir, Nabi Musa melarikan diri ke padang pasir. Di sana, beliau melihat sekelompok penggembala memberi minum ternaknya, sementara di kejauhan dua gadis menunggu.
Ternyata, ayah mereka sudah tua renta dan tak mampu menggembala. Nabi Musa pun menolong memberi minum ternak mereka. Dua gadis itu pulang lebih cepat dari biasanya, sehingga sang ayah heran.
Salah satu putrinya berkata:
“Wahai ayah, ambillah dia sebagai pekerja. Sesungguhnya orang yang paling baik untuk bekerja pada kita adalah yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qashash: 26).
Ibnu Katsir meriwayatkan, si gadis menilai Musa kuat karena menggeser batu sumur yang biasanya butuh sepuluh orang — bahkan ada riwayat menyebut tiga puluh orang. Amanahnya terlihat dari adab beliau: menundukkan pandangan, menjaga jarak, dan meminta gadis itu berjalan di belakangnya untuk menghindari fitnah.
Kisah ini menunjukkan dua kualitas pekerja ideal: tangguh secara fisik dan kokoh secara moral.
Tanpa keduanya, pekerjaan takkan maksimal. Fisik kuat tapi akhlak rusak, akan berbahaya. Akhlak baik tapi fisik lemah, tentu akan tidak optimal.
Wallahu a’lam.
*) Ust. M. Alimin Mukhtar, Pengasuh Yayasan Pendidikan Integral (YPI) Ar Rohmah, Pondok Pesantren Hidayatullah Batu, Malang, Jawa Timur.