Saturday, July 12, 2025
Google search engineGoogle search engine
HomeBerita DaerahPinrangEmpat Santri Awal Hidayatullah Berbagi Kisah di Halaqah Kubra Sulawesi di Menro

Empat Santri Awal Hidayatullah Berbagi Kisah di Halaqah Kubra Sulawesi di Menro

Empat tokoh senior yang merupakan santri awal Pesantren Hidayatullah tampil berbagi kisah dalam acara bertajuk Halaqah Qubra Hidayatullah se-Sulawesi dan Gorontalo, yang digelar di Masjid Kampus Pratama Pesantren Hidayatullah Menro, Pinrang. Acara yang dihadiri ratusan kader dari berbagai daerah di Sulawesi dan Gorontalo ini menghadirkan suasana hangat penuh nostalgia. Ketua DPW Hidayatullah Sulawesi Selatan, Ustadz Nasri Bohari, M.Pd., memandu jalannya sesi sebagai moderator (Sabtu, 12 Juli 2025)

Pembicara pertama, Ustadz H. Yusuf Suraji, anggota Pembina Kampus Induk, mengenang awal kehadirannya di Gunung Tembak pada 13 Maret 1976. Dalam usia 15 tahun, ia mengaku masih asing dengan dunia pesantren. “Saya datang karena panggilan iman, meski tak paham kenapa harus sholat malam. Sholatnya panjang, saya terseok-seok mengikutinya,” tuturnya. Ia juga mengenang pengalaman pertamanya berkhotbah Jumat meskipun belum merasa layak dipanggil ustadz.

Selanjutnya, Ustadz H. Manandring Abdul Gani, juga anggota Pembina Kampus Induk, mengisahkan semangat dakwah Ustadz Abdullah Said yang menjadi magnet bagi para pemuda kala itu. Ia menyampaikan bagaimana sosok pendiri Hidayatullah itu rajin mencari anak muda di masjid-masjid, hingga akhirnya ia hijrah ke Karang Bugis lalu ke Gunung Tembak untuk mengikuti jejak perjuangan beliau.

Ustadz H. Sarbini Natsir, Ketua Pengawas Kampus Induk, menceritakan kondisi Balikpapan di tahun 1960-an yang kala itu dikenal sebagai wilayah keras, penuh konflik antar suku. Namun kehadiran Ustadz Abdullah Said membawa perubahan besar. “Sebelumnya, ceramah hanya dari orang tua yang membuat mengantuk. Tapi ketika beliau tampil, saya terpukau. Masih muda, tapi penuh semangat. Ceramahnya seperti orator ulung,” kenangnya.

Sebagai pembicara terakhir, Ustadz H. Amin Mahmud, Ketua Pembina Kampus Induk sekaligus anggota Majelis Penasihat Hidayatullah, menyampaikan bahwa mereka merupakan generasi kedua yang menjadi santri pertama Hidayatullah. “Kami dulu belajar di bawah kolong rumah. Materi pertama yang ditanamkan adalah Al-Qur’an sebagai konsepsi kebenaran mutlak,” jelasnya. Ia juga menyinggung istilah lama yang digunakan untuk kurikulum awal, yaitu Sistema Nuzulnya Wahyu, yang menitikberatkan pada pentingnya pemahaman makna syahadat, sebagai fondasi keislaman.

Acara Halaqah Qubra ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, namun juga refleksi sejarah dan penyegaran ruh dakwah di kalangan kader Hidayatullah dari berbagai penjuru Sulawesi dan Gorontalo.

(Ian Kassa/hidayatullahsulsel.or.id)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments