Saturday, July 5, 2025
Google search engineGoogle search engine
HomeArtikelMeyatimkan, Solusi Memperbaiki Mentalitas Anak Bos

Meyatimkan, Solusi Memperbaiki Mentalitas Anak Bos

Oleh : Ust Drs Nasri Bukhari MPd, Ketua DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Siapa sih yang tidak senang menjadi anak bos. Anak dari orang tajir, penguasa, pengusaha, pejabat atau tokoh. Orang tuanya berpengaruh, punya banyak harta, banyak pembantu atau pelayan, mendapatkan fasilitas kehidupan serba ada

Dengan berbagai kelebihan orang tuanyalah, dia mudah mendapatkan akses untuk memanfaatkan semua fasilitas yang dimiliki dan diterima orang tuanya. Bisa membeli dan mendapatkan apa saja yang diinginkannya.

Dan atas fasilitas layanan yang dimiliki orangtuanya, diapun bisa menjadi bos kecil yang harus dilayani dan difasilitasi segala keperluan hidup kesehariannya

Bagi anak dari orangtua lebih tajir, kadang dilayani oleh pembantu yang disiapkan mengurus segala keperluan sehari-harinya. Membuat anak tumbuh menjadi individu termanjakan, bisa jadi berakibat tak mampu belajar mandiri, sekalipun pada hal sederhana seperti mengurus kebutuhan dirinya sendiri.

Mental Bos

Sebenarnya mentalitas bos dalam arti pertumbuhan bakat kepemimpinan adalah hal positif ketika dikaitkan dengan pengembangan potensi diri seseorang. Karena salah satu sifat pemimpin adalah mampu mengatur dan memberikan instruksi pada orang lain. Dan itu dapat terlihat sejak kecil

Hanya saja, mentalitas bos jika tidak tumbuh dengan baik dari proses tarbiyah atau pendidikan serta lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik, dapat menciptakan mentalitas bos yang karbitan.

Dia pun menjadi bos karena hanya numpang pada kebesaran pengaruh dan kekuasaan orangtuanya. Tidak sebagaimana orangtuanya dulu yang sukses menjadi orang hebat karena dibangun dengan tekun dan ulet dari bawah

Mentalitas bos juga bisa muncul di tengah-tengah keluarga yang memberikan fasilitas dan layanan kasih sayang yang tidak tepat. Dengan alasan kasih sayang semua keinginan anaknya diberikan, seperti kebebasan bergaul dan beraktivitas tanpa batas, membelikan kendaraan mewah, dan memberikan segala kebutuhan keseharian yang di atas kewajaran.

Tumbuhlah dia menjadi bos kecil semu, merasa menjadi bos di tengah kemanjaan dan kebebasan berbuat selayaknya seorang pejabat atau pembesar. Di saat perkembangan pikiran dan kedewaan mentalnya belum matang.

Sementara pencapain prestasi orangtuanya hingga menjadi orang sukses adalah dengan perjuangan dan ujian kehidupan yang panjang dan berliku-liku sampai pada kesuksesan seperti saat ini.

Saat orangtuanya berada pada posisi sukses seperti saat ini, kadang orangtuanya sendiri tidak memperlakukan anaknya sebagaimana dia terproses dengan penuh disiplin dan perjuangan berat dari orang biasa-biasa menjadi orang yang sukses.

Sebenarnya mentalitas bos tidak saja terjadi pada anak kalangan Borjuis, bisa saja juga muncul di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Hal ini disebabkan oleh kurang terperhatikannya pembinaan dan pendampingan pada proses perkembangan kedewasaan anak membuat anak terbentuk menjadi anak susah diatur. Dan cenderung egois dan bertingkah laku menyimpang serta diperturutkan segala keinginannya.

Pelarian Diri

Terjadinya perilaku menyimpang menjadi seorang bermentalitas bos adalah juga disebabkan oleh faktor kedekatan dan keteladanan yang kurang dari orangtua. Dianggapnya sudah tuntas kewajiban orangtua pada anaknya manakala segala fasilitas dan keinginannya materil dan telah terpenuhi.

Sementara ada keperluan mendasar dalam diri anak. Dia membutuhkan sentuhan jiwa, cinta dan kasih sayang. Dia memerlukan sosok figur panutan yang bisa dicontoh. Tempat berlabuh, berbagai dan berkonsultasi terhadap problematika hidup. Sehingga memilik kesiapan mental menghadapi kesuksesan masa depannya.

Kegersangan perhatian dan kasih sayang dari orang tua membuat anak mencari pelarian diri di luar rumahnya. Mencari tempat.dan sosok yang dapat menerima keberadaan diri dengan berbagai keinginan serta mendapatkan pengakuan diri bahwa dia mampu mengatasi permasalahan dirinya .

Diperlukannya sosok figur yang dapat menerima dan memahami problematika dan gejolak perkembangan dirinya, menuju ketercapain idealitas yang dicita-citakannya.

Ketika seorang anak, khususnya yang menginjak usia remaja ataupun pemuda tidak mendapat ruang dan sosok dalam lingkungan keluarga. Maka pelarian diri tersebut bisa menjadi persimpangan jalan yang menggalaukannya.

Kondisi kejiwaan seperti itu menuntut panggilan tanggung jawab dan kasih sayang baik dari pihak orang tua sebagai penanggung jawab pendidikan anak, maupun peran aktif stakeholder lain.seperti pada pendidik, pemerintah dan masyarakat secara umum.

Meyatimkan Anak Bos

Merujuk kepada kesuksesan pendidikan pada diri Muhammad SAW menjadi manusia termulia tak lepas dari peran pendidikan masa pra kenabian yakni fase keyatiman. Masa dimana mulai ketika Muhammad terlahir hingga tumbuh menjadi dewasa selalu diselimuti oleh kehilangan orang tua dan pengasuh dari kerabat terdekatnya.

Peyatiman anak yang dimaksud disini tidak berarti seorang anak harus selalu beratatus sebagai anak yang tidak memiliki orang tua secara biologis. Tapi yatim berarti sebuah proses pendidikan anak yang tidak menjadikan orangtua sebagai sosok yang terlalu dibanggakan dan menggantungkan segala harapan hidupnya

Peyatiman adalah pembentukan karakter anak yang tumbuh dan mandiri dari penggalian potensi dirinya untuk dia kembangkan sendiri menjadi anak yang tampil beda sesuai bakat dan karakteristik masing-masing.

Meyatimkan adalah upaya orangtua dan pihak terkait untuk mendidik anak dengan benar. Dengan tidak terlalu memanjakannya, tetapi juga tetap senantiasa menjaga kedekatan dalam pola kepengasuhan dengan pendekatan cinta dan kasih sayang dari orang tua tua serta pada pendidik yang terkait

Meyatimkan adalah cara efektif mengantar pembentukan mentalitas bos menjadi calon pemimpin yang tumbuh kembang sesuai contoh yang banyak dituntun dan dikisah dalam Alquran. Namun tentu dengan tetap pada prinsip alami sebagai mana anak dan pemuda layaknya berkembang.

Agar perkembangan mentalitas bos menjadi bermental calon pemimpin yang terproses dengan. Maka calon pemimpin harus diproses dan diprogram pembentukan karakter kepemimpinannya,

Sebagaimana Allah Ta’ala memproses pembentukan kepemimpinan Muhammad sejak bayi hingga dewasa, hingga menjadi sosok pemimpin terhebat di dunia.

Cara terbaik mencetak calon pemimpin adalah menapaktilasi bagaimana Allah memproses Muhammad menjadi pemimpin. Dan selanjutnya menapaktilasi bagaimana Muhammad SAW juga membimbing dan mengkader para sahabatnya.(*)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments