HidayatullahSulsel.com — Faktor terpenting dalam kebahagiaan anak adalah kelembutan orangtuanya. Kelembutan terlahir dari kesholehan dan kebaikan orangtua yang memiliki sifat kelemah-lembutan.
Menarik untuk menyimak kisah di zaman Rasulullah
Rasulullah SAW pernah didatangi oleh seorang ibu, Sa’idah binti Jazi, bersama anaknya yang baru berumur satu setengah tahun.
Lalu Rasul pun memangku anak tersebut. Tiba-tiba, si anak kencing (mengompol) di pangkuan Rasulullah SAW. Dengan spontan, sang ibu itu pun menarik anaknya dengan kasar.
Melihat sikap ibu itu, Rasulullah SAW pun menasihatinya. “Dengan satu gayung air, bajuku yang terkena najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan. Akan tetapi, luka hati anakmu karena renggutanmu dari pangkuanku tidak bisa diobati dengan bergayung-gayung air,” ujar Rasul.
Terdapat pelajaran berharga (ibrah) dari kisah tersebut kepada kita sebagi orangtua, dan pendidik bahwa Rasulullah SAW secara tegas melarang melakukan pendekatan dengan kekerasan dalam mendidik anak.
Jika sikap pada anak selalu dipenuhi dengan suara keras, lantang, kekasaran, bentakan, apalagi dengan pukulan terhadapnya, melahirkan jeritan ketidak berdayaan dan penolakan anak.
Malah akan membentuk karaktek kasar, keras, bahkan puncaknya perlawan dari anak, buah hati orang tua.
Beberapa hari lalu, kita disentakkah oleh peristiwa yang menyayat hati. Terjadi penganiayaan oleh anak kepada orangtuanya sendiri akibat dari rasa kesal yang berkepanjangan yang diterimanya sejak SD hingga dewasa oleh kata-kata terlontar sepanjang hari dari orang tuanya.
Rifki Azis Ramadhan, nama anak tersebut, dari perlakuan orangtuanya sampai tega dia menghabisi nyawa ibu kandungnya, dan bapaknya pun dalam keadaan kritis.
Peristiwa tersebut tetap sangat disesali oleh Rifki, dan dia juga memohon maaf atas kesalahannya kepada bapaknya yang masih terselamatkan dari amukannya.
Namun di sini berlaku sikap aksiomatif, walaupun sepatutnya anak seharusnya menaruh penuh hormat pada kedua orangtua, tetapi pendidikan yang salah, kasar dan keras, berakibat melahirkan anak yang keras, bahkan keras akibatnya.
Saat seorang anak dimarahi terus menerus dan diperlakukan secara kasar sejak kecil dengan kata-kata dan tindakan, lama kelamaan mengakumulasi menjadi energi negatif.
Energi itu pada akhirnya meluap tak terbendung dan tak terkontrol untuk dilampiaskan kepada siapa saja menekan jiwanya, tak terkecuali kepada orangtuanya, yang harusnya paling dicintai dan dihormatinya.
Disinilah harus kita sadari, bahwa betapa pentingnya kelembutan dan kebaikan akhlaq dari sosok orangtua dan pendidik dalam proses pendidikan.
Sejalan dengan itu, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid dalam bukunya Cara Nabi Mendidik Anak, mengatakan, ‘kesholehan dan kebaikan orangtua membawa pengaruh besar terhadap pembinaan jiwa anak’.
Bentuk kesholehan orang tua diantaranya adalah kelemah lembutan akhlaqnya. Rasulullah SAW bersabda, “Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji.” (HR Bukhari).
Sebagai uswatuh hasanah, Rasulullah juga telah mencontohkan sikap lemah lembut dalam pergaulannya. Sebagaimana yang Rasulullah contohkan dalam mendidik anak.
Bahwa sifat kelembutan dan kasih sayang orang tua (termasuk guru) merupakan sumber kekuatan yang bisa menggugah jiwa kesadaran anak.
Kedekatan dan kasih sayang yang diberikan orang tua menanamkan dan menumbuhkan ketenangan batin, kepercayaan, juga hubungan batin yang semakin menguat antara seorang anak dan orang tuanya termasuk terhadap guru dan penghasuhnya.
Tidak hanya pada anak, kelembutan akhlaq dalam rumah kehidupan rumah tangga oleh suami-isteri niscaya akan melahirkan kebahagiaan dalam rumah tangga.
Kelembutan dari suami ke isteri atau sebaliknya dari isteri ke suami adalah sumber kebagiaan, tidak hanya bagi kedua belah pihak, yakni suami dan isteri, tapi juga terhadap tumbuh kembang anak. Yang menjadikan anak berkarakter dan berakhlah mulia yang dihiasi dengan kelembutan, berkomunikasi, bersikap, bertingkah laku keseharian.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan kelembutan kepada mereka..”
(HR Ahmad dan dishohikan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 523)
“Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada- Nya.” (QS Ali Imran [3]: 159). (*)