HidayatullahSulsel.com — Kata orang bijak, “Jangan berharap mata hari akan terbit dua kali dalam sehari.” Demikianlah kehidupan manusia di dunia ini, setelah masanya berakhir, tidak akan ada orang yang dilahirkan kembali ke dunia, maka sungguh kerugian yang amat besar, ketika kesempatan yang hanya sekali ini, tidak termanfaatkan sebagaimana harusnya.
Pada ayat 10 surah Quran 63 (Al-Munafiqun), Allah menggambarkan permintaan manusia kepada Rabnya, sebagai bentuk ekspresi penyesalan, ketika kematian telah tiba, adalah memohon supaya masih diberi waktu walau hanya sesaat, agar dia bisa menginfakkan harta yang dimilikinya.
Pada lanjutan ayat, Allah menekankan, bahwa tidak seorangpun yang akan mendapatkan dispensasi seperti itu, sebab kesempatan tidak akan diberikan untuk kali kedua, dan yang sangat mengerikan, sebab Allah menutup firmanNya dengan penegasan وَٱللَّهُ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Terkait soal ketelitian atas apapun yang dilakukan oleh seorang hamba, pada surat 18 (Al-Kahfi) ayat 49 Allah memberi gambaran, Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak mendzalimi seorang jua pun.
Jika yang nyata-nyata harta milik pribadi, yang tentu saja proses mendapatkannya tidak mengandung unsur syubhat apa lagi haram, masih memicu penyesalan, dan berharap agar diberi kesempatan untuk menginfakkannya, lantas bagaimana jika harta yang dikelola adalah milik bersama, yang peruntukannya sudah jelas pengaturannya, lantas tidak disalurkan sebagaimana seharusnya.
Saat Ibnu Abbas menyampaikan perihal permintaan orang untuk dikembalikan ke dunia, ada seorang laki-laki yang tiba-tiba menyela dan meminta Ibnu Abbas untuk bertakwa, sebab yang akan menyesal setelah matinya dan minta dikembalikan, hanyalah orang-orang kafir.
Ibnu Abbas lalu meresponnya dengan membacakan ayat 9 di surat Al-Munafiqun, betapa Allah mewanti-wanti, justru kepada orang beriman, bahwa jangan sampai harta-hartamu, demikian pula anak-anakmu, membuatmu terlalai dari mengingat Allah. Yang tentu saja bisa memicu sekian banyak penyimpangan.
Sungguh. Tenaga administrasi, yang mencatat seluruh pergerakan manusia, tidak terkecuali soal keuangan, baik sumber maupun pengeluarannya, yang ditugaskan oleh Allah, adalah makhluk yang integritas dan profesionalismenya tidak diragukan, sehingga tak ada satu digit pun yang luput dari pantauannya, akan ada saatnya semua catatan dibuka, yang tentu saja diberi imbalan, tanpa seorang pun yang dizalimi.
Jika ada program kerja yang nyata-nyata untuk kepentingan perjuangan, dimana keputusannya melalui proses musyawarah, sesuai ketentuan yang telah disepakati, kemudian sampai tersendat atau tertunda, terlebih jika harus dibatalkan, dimana pemicunya adalah kekurangan dana, disebabkan adanya pihak pengelola yang tidak menunaikan kewajibannya, sungguh perbuatan yang sangat merugikan.
Kebiasaan mengabaikan sebuah aturan, akan berpotensi untuk mengantar dirinya menjadi raja-raja kecil, yang seolah dirinya adalah pemilik dan penguasa di daerah tugasnya, sehingga seenaknya membuat kebijakan dan keputusan sendiri.
Ada banyak hikmah yang dapat dipetik, dari kebijakan Ustadz Abdullah Said, di mana para kadernya senantiasa dirotasi dari satu daerah ke daerah lainnya, di samping untuk menambah pengalaman dan juga wawasan, sebagaimana yang selalu tertuang pada SK penugasan, di mana pada poin menimbang, termaktub perlunya tour of duty.
Hikmah lain yang tidak kurang pentingnya, dibalik rotasi tempat tugas para kader, sekalipun tidak terbahasakan dalam SK, namun seringkali disampaikan secara lisan, untuk menjaga idealisme kader (tidak terjebak pada zona aman dan nyaman), agar kehadiran dan bantuan Allah terus dinomorsatukan. Dan puncak dari itu semua, jangan ada kader yang kemudian menjadi raja-raja kecil di tempat tugasnya, sebab hal tersebut akan meruntuhkan kepemimpinan yang sudah susah payah dibangun.(*)
*) Penulis: Akib Junaid Kahar; Sumber: WAG H Indonesia