Wednesday, December 17, 2025
HomeBeritaBerita WilayahHidayatullah Sulsel Gelar Dialog Nasional di Makassar, Tegaskan Tiga Pilar Peradaban Menuju...

Hidayatullah Sulsel Gelar Dialog Nasional di Makassar, Tegaskan Tiga Pilar Peradaban Menuju Indonesia Emas 2045

Makassar (HidayatullahSulsel.or.id) – Cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045 menuntut fondasi yang kokoh dan menyeluruh, mulai dari spiritualitas, ekonomi kerakyatan, hingga penguatan kembali warisan konstitusi.

Pesan itu mengemuka dalam dialog nasional bertema “Sinergi Anak Bangsa Menyongsong Indonesia Emas 2045” yang berlangsung di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sabtu lalu (6/12/2025).

Forum ini menghadirkan para pakar dari lintas bidang, mulai dari birokrat, akademisi, wirausaha, cendekiawan, hingga ulama, yang pada akhirnya sepakat bahwa visi besar bangsa hanya mungkin dicapai melalui karakter kuat, aksi nyata, kolaborasi strategis, dan kesadaran sejarah yang utuh.

Diskusi dibuka dengan refleksi dari Pimpinan Majelis Syura Hidayatullah, Dr. Abdul Aziz Qahhar. Mantan Anggota DPD RI tersebut menegaskan pentingnya kembali kepada fondasi historis bangsa.

Ia mengingatkan bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 merupakan kristalisasi dari maqashid syariah untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

“Nilai-nilai itu lahir dari ijtihad para ulama pendiri bangsa seperti Agus Salim. Namun implementasinya belum sepenuhnya terwujud karena berbagai tantangan, termasuk dominasi oligarki,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa kolaborasi seluruh elemen bangsa menjadi syarat mutlak untuk menjaga arah perjalanan Indonesia menuju 2045.

Pandangan tersebut disambut dan diperdalam oleh Prof. Dr. Mustari Mustafa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan. Ia menawarkan konsep trilogi penopang peradaban, yaitu spiritualitas yang artikulatif, kecerdasan sosial, dan intelektualitas yang terliterasi.

“Iman harus menjelma dalam tindakan nyata untuk kemaslahatan bersama. Karakter menjadi modal dasar yang menentukan,” tegasnya.

Dari sisi ekonomi kerakyatan, Guru Besar Ekonomi Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Muhammad Asdar, menyoroti pentingnya pemberdayaan pesantren sebagai pusat produksi ulama sekaligus pusat pemberdayaan ekonomi.

Ia menilai jaringan pesantren dan organisasi Islam memiliki potensi besar untuk menggerakkan ekosistem ekonomi syariah dan rantai pasok nasional.

“Kontribusinya masih jauh dari optimal. Padahal inilah peluang besar untuk memperkuat ekonomi keummatan,” jelasnya.

Gagasan ekonomi tersebut bersinggungan dengan pengalaman birokrasi yang disampaikan Sekretaris Daerah Luwu Timur, Dr. Ramadhan Pirade. Ia menekankan pentingnya kesiapan ilmu, karakter, dan keseimbangan lahir–batin dalam membangun daerah.

Ramadhan lalu menunjukkan bagaimana prinsip tersebut telah diwujudkan dalam berbagai program seperti beasiswa pendidikan, layanan kesehatan gratis, dan santunan lansia di daerahnya di Kab. Luwu Timur.

“Ketenangan hidup itu lahir dari kesiapan. Pemerintah daerah wajib menghadirkan program yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat,” ujarnya.

Pelaku usaha Ir. H. Fadly Ibrahim melengkapi diskursus dengan menyoroti peluang kolaborasi konkret antara pemerintah dan ormas Islam.

Menurut GM PT Agrinas Pagan Nusantara tersebut, sejumlah program nasional seperti Makanan Bergizi Gratis dan Koperasi Merah Putih dapat diintegrasikan dengan jaringan besar organisasi Islam, termasuk Hidayatullah.

Sinergi tersebut dinilainya strategis untuk memperkuat kedaulatan pangan dan ekonomi kerakyatan berbasis komunitas.

Sebagai penutup sekaligus penegasan arah bersama, Ketua Umum DPP Hidayatullah, KH. Nasfi Arsyad, Lc., menekankan pentingnya pembangunan tiga pilar peradaban sebagai syarat menuju Indonesia Emas 2045.

Ia menyebut pilar spiritual–adab sebagai fondasi karakter bangsa, pilar ilmu pengetahuan sebagai jalan peningkatan daya saing, serta pilar sosial–kemitraan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, pesantren, ormas, dunia usaha, dan akademisi.

Ketiga pilar ini, menurutnya, harus berjalan simultan dan saling menopang.

Dialog yang dimoderatori Dr. Irfan Yahya ini ditutup dengan kesimpulan bahwa Indonesia Emas 2045 bukanlah konsep utopis. Cita-cita besar itu dapat dicapai bila seluruh elemen bangsa bersinergi, memperkuat karakter, mengokohkan kesadaran sejarah, dan menggerakkan aksi nyata dari pusat hingga daerah.

Repoter : Bashori
Editror : Sekretariat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments