MAKASSAR (HidayatullahSulsel.or.id) – Hidayatullah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) memasuki periode kepemimpinan baru. Ustadz Abdul Majid dan Ustadz Muhammad Sholeh Usman resmi dilantik untuk menakhodai organisasi dakwah tersebut, dengan pesan kuat agar memprioritaskan pendekatan kultural dan hubungan personal di samping struktur organisasi.
Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, KH Nasfi Arsyad, Lc., dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) VI Hidayatullah Sulsel. Acara berlangsung di Wisma Safa, Asrama Haji Sudiang, Makassar, Jumat (5/12/2025). Muswil yang mengusung tema “Sinergi Anak Bangsa Menyongsong Indonesia Emas 2045” ini berlangsung dari tanggal 5 hingga 7 Desember 2025.
Dalam amanatnya, KH Nasfi Arsyad menekankan bahwa kekuatan gerakan dakwah tidak hanya bergantung pada piramida birokrasi. “Kehebatan gerakan dakwah tidak hanya dibangun di atas piramida birokrasi, tetapi justru dirawat melalui pendekatan personal, kebijaksanaan, dan ‘politik meja makan’, yakni pendekatan kultural,” ujarnya.
Ia mengajak melihat kilas balik sejarah penyebaran Islam. “Islam tegak peradabannya di Madinah secara struktural,” katanya. “Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa… Islam di awal-awal… bergerak dan menyebarnya itu secara kultural.” Menurutnya, struktur organisasi sehebat apa pun harus tetap ditopang oleh DNA hubungan kultural yang hidup dan manusiawi.
Dua pimpinan yang dilantik masing-masing akan memimpin dua sayap organisasi. Ir. Abdul Majid, M.A. ditetapkan sebagai Ketua Dewan Murabbi Hidayatullah Wilayah Sulsel. Sementara Dr. Muhammad Sholeh Usman, S.S., M.I.Kom., ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Hidayatullah Sulsel untuk periode 2025-2030.
Sambutan Ketua DPW Terpilih: Syukur dan Komitmen Lanjutkan Perjuangan
Dalam sambutannya, Dr. Muhammad Sholeh Usman menyampaikan rasa syukur dan kerendahan hati atas amanah yang diterimanya. Ia menekankan bahwa karunia terbesar yang diterima seluruh kader adalah keyakinan (iman) dan komitmen untuk mengikuti gerbong perjuangan dakwah (jihad).
“Karunia yang Allah berikan berupa keyakinan dan kemudian ada komitmen untuk mengikuti gerbong perjuangan ini adalah merupakan karunia yang sangat besar. Dua hal ini adalah penentu keselamatan,” ujar Sholeh Usman.
Ia juga menyampaikan penghormatan dan terima kasih yang mendalam kepada semua senior, guru, dan perintis Hidayatullah di Sulsel. “Kalau hari ini ada petugas DPW yang mengeluh, bandingkan dengan perintis-perintis yang mengawali semua itu… Mereka merintis dengan kondisi yang jauh dari kata nyaman,” pesannya.
Sholeh Usman secara khusus menyampaikan apresiasi kepada kepemimpinan demisioner, Drs. Nasri Bohari, M.Pd., dan seluruh jajaran pengurus sebelumnya.
Refleksi dan Warisan Kepemimpinan Sebelumnya
Refleksi dari ketua demisioner, Drs. Nasri Bohari, M.Pd., menjadi penanda peralihan kepemimpinan. Dalam pidato pisah sambutnya, ia merumuskan tiga pilar yang dianggapnya vital bagi kemajuan organisasi.
Ketiga pilar itu adalah: pertama, Gerakan/Ideologi sebagai kompas utama penuntun langkah dakwah. Kedua, Sistem yang Solid untuk memastikan percepatan, keberlanjutan, dan mengurangi ketergantungan pada individu tertentu. Ketiga, SDM yang Inisiatif, yaitu kader yang siap berkarya dengan dedikasi tinggi di segala medan.
Kepemimpinan Nasri Bohari disebut meninggalkan warisan berharga: bahwa kepemimpinan efektif tidak melulu soal kontrol ketat, tetapi lebih pada membangun keteladanan, mempercayai sistem, dan memberdayakan SDM unggul. Gaya kepemimpinan yang memadukan ketegasan prinsip, kelembutan komunikasi, kerendahan hati, dan kepercayaan pada tim ini diharapkan menjadi DNA bagi kepemimpinan di Hidayatullah ke depannya.
Dengan kepemimpinan baru yang dilantik diharapkan dapat terus mengoptimalkan perannya dalam gerakan dakwah dan kontribusi bagi masyarakat, sejalan dengan upaya menyongsong Indonesia Emas 2045.**
Rep: Bashori



