Wednesday, December 17, 2025
HomeBeritaBerita DaerahJurus Kolaborasi Ustadz Syahril: Mengubah Rumah Warga Jadi 12 Rumah Qur'an di...

Jurus Kolaborasi Ustadz Syahril: Mengubah Rumah Warga Jadi 12 Rumah Qur’an di Parepare

Di Kota Parepare, mendirikan lembaga dakwah tak lagi hanya berarti membangun gedung megah. Justru, gerakan dakwah paling masif lahir dari kolaborasi organik di tingkat akar rumput. Buktinya, keberhasilan pendirian 12 Rumah Qur’an Hidayatullah (RQH) di bawah koordinasi DPD Hidayatullah Parepare bukan semata hasil kerja pengurus, melainkan buah sambutan hangat dan inisiatif aktif dari masyarakat.

“Yang luar biasa, masyarakat tidak hanya menerima, tapi aktif berinisiatif menyediakan berbagai fasilitas pendukung,” ungkap Ustadz Ahmad Syahril, S.Pd. Ketua DPD Hidayatullah Kota Parepare, menggarisbawahi kunci sukses gerakan ini.

Cahaya senja yang memudar di Cappa Galung, Parepare, menjadi saksi bisu geliat ini. Di sebuah rumah sederhana, suara lantunan Al-Quran terdengar berirama. Di sana, Hj. Sudarti (62), duduk bersila membetulkan bacaan dan makhraj hurufnya di hadapan Ustadz Syahril.

Di usianya yang tak lagi muda, Hj. Sudarti justru menemukan semangat baru. “Rumah kami dijadikan Rumah Quran Ar-Razzaq, anugerah terindah. Saya, suami, dan anak-anak semua antusias belajar. Alhamdulillah,” ujarnya.

Pemandangan inilah yang kian marak di Parepare. Keunikan program RQ Hidayatullah ini terletak pada pesertanya yang didominasi oleh ibu-ibu dan bapak-bapak lanjut usia yang tak kenal lelah membenahi bacaan Kitab Suci mereka.

Lalu, apa yang membuat gerakan yang menyasar generasi tua ini begitu diterima dan menular? Ustadz Syahril, yang memulai perjalanannya berkontribusi di Hidayatullah di Sekolah Dai Ciomas pada 2016, menjawabnya dengan lugas, “Prinsip kepemimpinan di Hidayatullah.”

Fondasi kepemimpinan yang kuat dan visioner inilah yang membuatnya bertahan, berkomitmen, dan kini menjalankan amanah sebagai Ketua DPD Hidayatullah Parepare.

Di bawah kepemimpinannya (2023-2025), program utama yang digulirkan adalah pengembangan Rumah Qur’an. Gerakan ini fokus pada dakwah dan pelayanan umat, khususnya membumikan pembelajaran Al-Quran secara sistematis dan menyenangkan menggunakan Metode Grand MBA (Gerakan Belajar dan Mengajarkan Al-Quran).

“Masyarakat butuh pembelajaran Quran yang sistematis. Kami hadir menjawab kebutuhan itu,” jelasnya.

Hasilnya nyata. Dari satu titik, kini telah bermekaran 12 Rumah Qur’an yang tersebar di berbagai sudut kota. Yang membanggakan, lahirnya RQ ke-3 dan seterusnya justru datang dari inisiatif dan antusiasme masyarakat sendiri.

“Mereka saling mengajak, menyediakan fasilitas secara sukarela, bahkan mengatur jadwal pengajar. Itu bentuk antusiasme nyata,” cerita Ustadz Syahril.

Antusiasme itu bukan tanpa alasan. Testimoni Hj. Halimah, salah satu peserta, menggambarkan transformasi spiritual yang ia rasakan, “Yang paling terasa, shalat jadi lebih khusyuk, kita lebih fokus pada bacaan.”

Efek domino pun terlihat. Ustadz Syahril menuturkan, setelah mengikuti pembelajaran, banyak perubahan signifikan dalam keluarga. “Bapak-bapaknya makin rajin ke masjid, ibu-ibunya lebih banyak waktu dengan Quran, dan anak-anaknya dikirim ke pondok atau TPA. Mereka merasakan langsung manfaatnya, lalu mengajak orang lain. Dari situlah Rumah Quran berikutnya lahir.”

Perjalanan tentu tidak selalu mulus. Tantangan terbesar justru datang di awal, meyakinkan masyarakat bahwa program ini tulus, tanpa tendensi materi atau kepentingan pribadi. “Sebelum kami, banyak lembaga lain datang. Ujung-ujungnya, urusan finansial. Butuh waktu 2-3 bulan untuk membuktikan bahwa program kami sistematis dan tulus,” kenang Syahril.

Di tengah kesibukan dakwah tatap muka, Syahril juga tak menghindar dari medan dakwah baru di era digital. Aktif di media sosial dengan konten-konten keislaman, ia kerap dihadapkan pada persepsi tentang “personal branding”. Dengan bijak, ia menepisnya. 

“Ini bukan untuk diri saya sendiri. Ini cara kami ‘membawa’ lembaga, memperkenalkan bahwa Hidayatullah punya dai yang bisa tampil di publik. Efeknya, kerja sama dengan masjid-masjid dan lembaga lain pun terbuka,” paparnya. Baginya, dakwah digital adalah keniscayaan yang potensinya jauh lebih besar, meski pada awalnya belum familiar di kalangan internal.

Di tangan Ustadz Ahmad Syahril, Parepare menyaksikan sebuah transformasi lembut. Bukan hanya lewat gemuruh orasi, tetapi dengan deru napas panjang para orang tua yang dengan tekun menyuarakan huruf-huruf Ilahi. Semangat para lansia ini adalah pelajaran hidup bahwa memeluk Al-Qur’an tidak pernah ada kata terlambat, dan semangat mereka adalah cahaya yang terus menular, menerangi kota dari rumah ke rumah.

Menyambut Musyawarah Wilayah (Muswil) 2025 ke-VI Hidayatullah Sulawesi Selatan yang akan datang, kisah Parepare ini menjadi contoh nyata model dakwah pelayanan umat berbasis masyarakat. Harapannya, semangat kolaborasi organik ini dapat menjadi inspirasi bagi DPD lain untuk memperkuat fondasi dakwah dan pendidikan Al-Qur’an di seluruh Sulawesi Selatan./*

Reporter: Basori Shobirin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments