Maros (HidayatullahSulsel.or.id) – Samudra dakwah tak selamanya tenang. Itu adalah adagium yang dipegang teguh oleh Ustadz Drs. Muhammad Kaisar.
Setelah tiga dekade mengarungi gelombang tantangan silih berganti, mulai dari Parepare hingga Makassar, Ketua DPD Hidayatullah Maros ini menegaskan bahwa keteguhan (istiqamah) bukanlah anugerah, melainkan pilihan mati-matian yang harus dipertahankan.
Konsistensi inilah yang ia sebut sebagai jantung perjuangan, yang ternyata berdiri di atas tiga pilar kokoh yang tak pernah goyah.
Pria yang telah mengabdikan diri di Hidayatullah sejak tahun 1990 ini berbagi resep rahasia di balik dedikasi panjangnya. “Istiqamah bukan sekadar hiasa di bibir, melainkan pilihan yang harus diperjuangkan setiap saat,” ujarnya. Dalam perbincangan hangat di pondoknya, Ustadz Kaisar membeberkan kerangka fundamental yang menjadi benteng pertahanannya.
“Keteguhan kami di lembaga dakwah ini berdiri di atas tiga pilar yang tak bisa ditawar,” tuturnya dengan suara tenang penuh keyakinan.
Pilar-pilar tersebut telah menjadi kompas penunjuk bagi perjalanannya dari Parepare, Palopo, Masamba, hingga kembali memimpin di Makassar.
Ia kemudian merincikan tiga pondasi tersebut. Pilar pertama adalah Sistematika Wahyu sebagai kompas petunjuk mutlak yang tak pernah usang oleh zaman.
Pilar kedua adalah Kepemimpinan yang berfungsi sebagai penjaga barisan, perekat, dan pengarah dalam setiap langkah perjuangan organisasi.
Terakhir, Pilar ketiga adalah Jati Diri Hidayatullah yang ia sebut sebagai benteng kokoh menghadapi berbagai godaan, tantangan internal, dan ujian di lapangan.
Namun, di balik keteguhan pada sistem internal tersebut, pria yang karib disapa Ustadz Kaisar ini justru menyoroti tantangan terbesar yang kini dihadapi lembaga dakwah dan pendidikan Islam secara luas. Tantangan itu ternyata tidak hanya datang dari luar, melainkan dari kedalaman penerimaan publik.
“Yang paling perlu penanganan khusus adalah bagaimana agar ilmu dan dakwah kita ini betul-betul dikuasai dan diterima dengan baik oleh masyarakat,” ujarnya dengan nada serius. Menurutnya, setelah semua teori dan konsolidasi internal selesai, ujian sejati justru terletak di lapangan, yaiyu di hati masyarakat yang kita layani.
Untuk menjawab tantangan penerimaan publik dan akselerasi dakwah tersebut, Ustadz Kaisar menekankan pentingnya pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM). “Kita membutuhkan pengelola pondok yang tidak hanya ahli manajemen, tetapi juga memiliki penguasaan ulumuddin (ilmu agama) yang mendalam,” tegasnya.
Baginya, seorang pengelola pesantren bukanlah administrator semata. Ia adalah guru kehidupan, penjaga ruh ilmu, dan teladan bagi santri-santrinya. Inilah faktor penentu keberlangsungan perjuangan dakwah di masa depan.
Dalam visinya untuk memperkuat barisan Hidayatullah, ia menyambut baik setiap kaderisasi baru. “Kita perlu memperbanyak anggota, bukan untuk sekadar jumlah, tetapi untuk akselerasi dakwah.” Setiap kader baru, baginya, adalah energi segar untuk menjangkau lebih banyak hati di tengah masyarakat.
Perjalanan 30 tahun Ustadz Kaisar adalah bukti nyata bahwa dakwah adalah marathon, bukan sprint. “Konsistensi dalam menjaga tiga pilar inilah yang akan menentukan sejauh apa kita bisa berlari mengabdi untuk umat,” tutupnya dengan penuh ketulusan, sembari terus menyiapkan pelari-pelari estafet terbaik, generasi yang kokoh dalam Jati Diri untuk melayani masyarakat luas. (Basori Shobirin)



