Wednesday, December 17, 2025
HomeArtikelSpirit Wahyu: Ikhtiar yang Bertawakal

Spirit Wahyu: Ikhtiar yang Bertawakal

“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

(QS. Ali Imran: 159)

Hidup adalah dua tarikan napas. Satu bernama ikhtiar, satu lagi bernama tawakal. Seperti dua sayap burung, keduanya tidak pernah berdiri sendiri. Tanpa ikhtiar, tawakal kehilangan makna. Tanpa tawakal, ikhtiar kehilangan arah.

Dalam pandangan wahyu, usaha bukan sekadar gerakan fisik, tapi ibadah. Dan tawakal bukan sekadar menyerah, tapi penyerahan diri yang lahir dari keyakinan bahwa Allah lebih tahu jalan terbaik bagi hamba-Nya. Ikhtiar tanpa tawakal mudah berubah menjadi kesombongan. Sebagaiana tawakal tanpa ikhtiar mudah berubah menjadi alasan untuk bermalas-malasan.

Kadang kita terlalu terpaku pada hasil, seolah-olah nasib berada dalam genggaman kita. Padahal, tugas manusia hanya satu. Yaitu, melakukan yang terbaik dengan cara yang halal dan terhormat. Selebihnya, biarkan Allah bekerja melalui jalannya yang misterius.

Seperti layaknya seorang petani. Ia menanam, menyiram, menjaga dari hama. Tapi ia sadar, hujan dan tumbuhnya bibit bukan kekuasaannya. Ia bergerak, tapi hatinya berserah pada Sang Pemberi Hidup.

Begitu pula rezeki. Ia datang bukan karena kita paling pandai mengelola, tetapi karena Allah mengizinkannya hadir dalam hidup kita.

Dalam dunia tarbiyah pun demikian. Kita mendidik santri, menanamkan nilai, mengalirkan ilmu, menggunakan semua metode, pendekatan, dan perangkat pembinaan. Tetapi tetap saja, ada santri yang hasilnya tak seperti yang kita harapkan. Pada titik itu, kita kembali diingatkan. Bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah.

Prinsip ini juga menjadi fondasi ekonomi syariah. Islam mengajarkan bahwa bekerja itu ibadah, dan berserah itu iman. Dua hal yang melahirkan keberkahan ketika keduanya bertemu dalam dada seorang mukmin.

Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik. Beliau berdagang, menyusun strategi perang, memimpin umat. Semuanya dilakukan dengan kesungguhan, namun hatinya senantiasa terpaut penuh kepada Allah.

Sering kita merasakan pahitnya usaha. Ketika proposal tak berbalas. Ketika rencana gagal. Ketika janji manusia menguap. Lalu kita bertanya-tanya, “Mengapa tidak sesuai harapan?”

Namun pada akhirnya, pengalaman selalu berbisik bahwa Allah tak pernah mengecewakan hamba yang sungguh-sungguh. Kadang Dia tidak memberi yang kita minta, karena sedang menyiapkan sesuatu yang tak kita duga.

Pada titik-titik lemah, kita kadang tergoda untuk berprasangka buruk. Tapi justru di sana tawakal menunjukkan maknanya. Bukan untuk berhenti berusaha, tetapi tetap berjalan, meski kita tidak tahu apa yang menunggu di ujung jalan. Tawakal membuat langkah menjadi ringan, karena hati tidak lagi terikat pada hasil, tetapi pada ridha Allah.

Seorang mukmin menanam pohon amal dengan sungguh-sungguh, tetapi ia tahu bahwa buahnya tumbuh pada musim yang Allah tentukan. Ia bergerak, namun batinnya tenang. Ia bekerja, namun hatinya pasrah.

Maka jangan berhenti ketika hasil belum terlihat. Bisa jadi, Allah sedang menumbuhkan akar-akar keberkahan jauh di bawah tanah. Kita belum melihat batang dan daun, karena di sana sedang tumbuh kekuatan yang kelak membuat pohon itu kokoh.*/

Bulcen, 18 November 2025


Sarmadani Karani, S.E., meruapakan seorang mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments