Wednesday, December 17, 2025
HomeArtikelSpirit Wahyu: Nilai yang Tak Terukur

Spirit Wahyu: Nilai yang Tak Terukur

“Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.”

(Surat Al-A’raf : 96)

Ini tulisan lanjutan. Edisi ketiga. Ada satu kata yang sering kita dengar, namun tak selalu kita pahami sepenuhnya: barakah.

Sebuah kata yang singkat diucap, namun luas maknanya. Dalam bahasa manusia, barakah sulit dijelaskan; tapi dalam bahasa hati, ia mudah sekali dirasakan.

Sering kali manusia sibuk mengejar banyak, padahal yang kita butuh adalah berkah.

Harta bisa menumpuk, tapi tanpa barakah, ia cepat habis. Habisnya bukan karena dibelanjakan, melainkan karena hilangnya rasa cukup. Sebaliknya, rezeki yang sedikit tapi penuh barakah terasa lapang dan menenangkan.

Bagi para pejuang di Hidayatullah, kita tidak dibekali harta yang banyak. Bahkan semakin tinggi posisi jabatannya, bisa jadi, gajinya semakin sedikit.

Natura yang tidak cukup 2 juta, tidak sesuai UMR, kadang tidak rasional dengan apa yang mau dibiayai.

Seorang guru honorer, gajinya tidak sampai 1 juta. Tapi kemudian hidupnya terasa sejahtera.

Istilah dari Pak Aji Firman, seorang kawan, pakar media, yang gabung berHidayatullah menilai, guru-guru di Hidayatullah sedikit gajinya, tapi asetnya bertambah. Mungkin karena ada nilai berkah disitu.

Saya teringat satu masa di pesantren Hidayatullah dulu. Ketika masih bersstatus santri. Kami hidup sederhana, makan sepotong ikan asin, satu ekor dibagi empat, sayur kangkung dengan selembar daun. Tapi entah mengapa, terasa begitu nikmat.

Bahkan, ada senyum, ada tawa, ada doa yang hangat di setiap suapan. Menruut saya, itulah barakah. Ketika rasa cukup tumbuh dari hati yang ridha.

Dalam perspektif ekonomi syariah, barakah bukan tambahan kuantitas, melainkan keberlanjutan manfaat. Ia hadir ketika harta halal diperoleh dengan cara yang halal, lalu digunakan untuk hal yang baik.

Seorang pedagang yang jujur, meski labanya kecil, sedang menanam nilai langit dalam setiap transaksi. Sebab dalam ekonomi wahyu, angka bukan satu-satunya ukuran; yang lebih penting adalah keberkahan dalam perputaran rezeki.

Barakah juga lahir dari niat yang lurus. Jika bekerja semata untuk dunia, kita hanya akan mendapat dunia. Tapi bila bekerja karena Allah, dunia pun datang bersama ketenangan.

Inilah mengapa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bekerja dengan baik (ihsan).” (HR. Thabrani)

Bekerja dengan ihsan berarti menghadirkan Allah dalam setiap langkah. Mulai dari menakar harga, melayani pelanggan, hingga menutup pembukuan. Karena di balik setiap angka, ada nilai yang ditulis oleh malaikat, bukan hanya yang tercatat di pembukuan keuangan kita.

Maka, bila suatu hari hasil usahamu terasa kecil, jangan dulu gelisah. Mungkin bukan laba yang berkurang, tapi barakah yang sedang Allah didik untuk tumbuh lewat sabar dan syukur.

Barakah itu seperti udara. Tak tampak, tapi menghidupi. Ia ada di doa seorang ibu, di suapan makanan yang halal, di tangan yang jujur, dan di hati yang selalu bersyukur.

Makassar, 16 November 2025

*Sarmadani Karani, Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments