Wednesday, December 17, 2025
HomeBeritaBerita DaerahGen Z Muslim dan Tantangan Globalisasi: Saatnya Jadi Aktor Peradaban Islam

Gen Z Muslim dan Tantangan Globalisasi: Saatnya Jadi Aktor Peradaban Islam

TAKALAR (HidayatullahSulsel.or.id) – Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, generasi muda Islam hari ini dihadapkan pada pertanyaan besar: mampukah mereka merealisasikan visi peradaban Islam di era serba cepat ini?

Pertanyaan itu menggema kuat dalam gelaran Gen Z Talk bertajuk “Dinamika Gen Muda, Globalisasi, dan Peradaban Islam”, yang menjadi bagian dari rangkaian Mabit Explorer yang juga dirancang sebagai kegiatan Semarak Munas VI Hidayatullah. Kegiatan ini digagas oleh DPD Hidayatullah Takalar bersama Pesmadai Makassar, dan berlangsung hangat di halaman masjid Pondok Pesantren Tahfidz Ahlul Jannah, Sabtu malam, 4 Oktober 2025.

Malam itu, halaman masjid pesantren berubah menjadi ruang diskusi terbuka. Ditemani kopi panas, ubi rebus, jagung bakar, dan kacang yang disajikan penuh keakraban oleh Bang Zulfahmi, bendahara DPD Hidayatullah Takalar, obrolan para peserta mengalir hingga lewat tengah malam. Dipandu oleh Ustadz Arham dan Bang Abid, diskusi itu tak hanya membahas teori, tapi juga menyalakan kembali kesadaran tentang siapa sebenarnya “kita” di tengah pusaran global yang serba cepat.

Para peserta yang berasal dari berbagai kampus di Makassar, mulai dari UNHAS, Unismuh, UIN Alauddin, UNM, STAI Yapis hingga UIT tersebut, membahas fenomena generasi muda masa kini: generasi yang cepat, adaptif, dan serba instan. Namun di balik keunggulan itu tersimpan pertanyaan reflektif: bagaimana menyeimbangkan kecepatan digital dan arus globalisasi, baik dalam pola pikir, gaya hidup, maupun orientasi politik, dengan kedalaman spiritual dan intelektual demi membangun peradaban Islam yang berakar pada nilai-nilai Qurani?

“Pemuda adalah simbol tenaga dan semangat,” ujar Ustadz Arham membuka percakapan malam itu.

“Tapi semangat tanpa arah bisa jadi bumerang. Karena itu, iman dan takwa menjadi pembeda utama,” timpal salah seorang peserta.

Bang Abid menambahkan, globalisasi sejatinya bukan semata ancaman, melainkan peluang besar untuk memperluas kontribusi Islam ke ranah global.

“Kita hanya perlu mengubah cara pandang: dari sekadar bereaksi menjadi berperan aktif,” ujarnya.

Seiring malam kian larut, percakapan semakin dalam. Para peserta sepakat bahwa generasi muda Islam tidak boleh terus berada di posisi pasif, sekadar sebagai konsumen informasi. Tetapi harus naik kelas menjadi produsen gagasan dan penggerak perubahan.

“Kita harus jadi aktor, bukan penonton,” ungkap salah satu peserta dengan lantang.

Kalimat itu seolah menjadi simpul dari seluruh diskusi malam itu, seruan agar generasi Muslim tidak sekadar mengikuti arus, tetapi memimpin perubahan zaman.

Menjadi aktor peradaban Islam berarti berani memimpin perubahan, memanfaatkan teknologi bukan sekadar untuk hiburan, tetapi sebagai sarana dakwah, edukasi, dan pemberdayaan umat. Di sinilah kesadaran keilmuan menjadi kunci. Generasi muda dituntut untuk terus membaca, belajar dari sejarah, dan memperdalam pemahaman terhadap syariat agar mampu menavigasi zaman dengan kebijaksanaan dan keberanian.

Di sisi lain, para pembicara juga mengingatkan pentingnya peran para pemimpin dan lembaga Islam untuk menghadirkan program pembinaan yang adaptif, menyentuh akar persoalan generasi muda, dan tidak terjebak dalam formalitas seremonial semata.

Malam itu, semangat membangun peradaban Islam terasa begitu nyata. Visi besar Hidayatullah untuk menghadirkan peradaban Islam yang visioner seakan menemukan gema baru dalam diri para peserta muda. Mereka sadar bahwa menjadi pelanjut risalah berarti berkomitmen menghindari taqlid buta, memperkuat ilmu, dan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kemaslahatan umat.

Dari diskusi yang penuh tawa, kopi, dan renungan itu lahir sejumlah gagasan yang menggugah. Para peserta menyerukan pentingnya membangun kesadaran diri dalam bingkai iman, tarbiyah, dan dakwah; memperkuat kombinasi antara spiritualitas dan intelektualitas; menggunakan teknologi secara produktif untuk karya dan kontribusi nyata; serta belajar dari sejarah Islam sebagai cermin arah masa depan.

Yang paling penting, mereka sepakat bahwa lingkungan sangat menentukan. Karena itu, setiap anak muda perlu mencari—atau bahkan menciptakan—lingkungan yang bisa merekayasa lahirnya aktor-aktor peradaban Islam.

“Insya Allah, kegiatan seperti ini akan terus kita hidupkan di Takalar,” ungkap Ustadz Arham menutup malam itu dengan senyum.
“Apalagi, Takalar punya banyak spot wisata dan pesantren yang cocok menjadi tempat membangun semangat dan gagasan peradaban.”

Dan malam itu, di bawah langit Takalar yang temaram, secangkir kopi terakhir terasa seperti penanda: generasi muda Islam sedang bersiap, yang bukan lagi sebagai penonton sejarah, tapi sebagai pelaku utamanya.

Reporter: Abdurrahman

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments