Friday, August 8, 2025
Google search engineGoogle search engine
HomeArtikelKhutbah JumatKhutbah Jumat: Hakikat Kemerdekaan dalam Perspektif Islam

Khutbah Jumat: Hakikat Kemerdekaan dalam Perspektif Islam

الحمد لله الذي أعزّنا بالإسلام، وحرّرنا من ظلمات الجهل والضلال، وأكرمنا بنعمة الإيمان والتوحيد، وجعل في طاعته العزّة والكرامة، وفي معصيته الذلّ والهوان
نحمده سبحانه ونشكره، ونتوب إليه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
أما بعد:فيا أيها الناس، أوصيكم ونفسي بتقوى الله عزّ وجل، فهي وصية الله للأولين والآخرين ﴿وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ

Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah,

Kita sekarang berada di bulan Agustus, bulan yang begitu istimewa dan penuh makna bagi bangsa Indonesia. Setiap tanggal 17 Agustus, kita memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Ini adalah nikmat besar dari Allah yang patut kita syukuri, karena setelah sekian lama hidup dalam penjajahan, akhirnya negeri ini memperoleh kemerdekaan.

Namun, sebagai seorang muslim, kita perlu merenungkan kembali: apa sebenarnya makna kemerdekaan? Apakah kemerdekaan hanya berarti terbebas dari penjajahan fisik oleh bangsa lain?

Dalam pandangan Islam, kemerdekaan yang sejati bukan sekadar terbebas dari penjajahan fisik, tetapi ketika seseorang benar-benar lepas dari penghambaan kepada sesama makhluk, dan hanya tunduk serta taat kepada Allah SWT semata.

Rasulullah ﷺ diutus ke dunia bukan hanya untuk membebaskan bangsa Arab dari kekuasaan Romawi atau Persia, tetapi yang jauh lebih penting: untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada makhluk, menuju penghambaan yang tulus hanya kepada Sang Pencipta, Allah SWT.

Islam mengajarkan bahwa kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia; spiritual, intelektual, moral, dan sosial.

Kemerdekaan spiritual berarti hati yang hanya bergantung kepada Allah, bukan pada materi, jabatan, atau sesama manusia.

Seorang muslim yang merdeka secara spiritual tidak mudah goyah oleh tekanan dunia, karena hatinya kokoh berpegang pada tauhid.

Kemerdekaan intelektual berarti berpikir merdeka, tidak dibelenggu oleh kebodohan atau tunduk buta pada arus pemikiran yang menyesatkan.

Seorang muslim didorong untuk berpikir kritis, mencari ilmu, dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Kemerdekaan moral berarti memiliki integritas, bebas dari dorongan hawa nafsu yang menjerumuskan pada kemaksiatan.

Seorang muslim yang merdeka secara moral tidak hanya tahu mana yang benar, tapi juga berani menjalankannya meski di tengah tantangan.

Kemerdekaan sosial berarti terwujudnya keadilan, saling menghargai, serta terbebas dari penindasan dan kezaliman dalam kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat yang merdeka adalah masyarakat yang saling menolong, membangun dengan nilai-nilai kebaikan, dan menjunjung tinggi hak serta martabat sesama.

Inilah kemerdekaan sejati menurut Islam, kemerdekaan yang membebaskan manusia, bukan hanya dari rantai penjajahan, tapi juga dari segala bentuk belenggu yang menghalangi manusia untuk menjadi hamba Allah yang sebenarnya.

Jama’ah yang dirahmati Allah,

Kemerdekaan yang hakiki adalah ketika seseorang bebas dari belenggu hawa nafsu, bebas dari perbudakan terhadap materi, serta terbebas dari jeratan kemaksiatan dan dosa.

Sudahkah kita merdeka dari belenggu hawa nafsu?

Di antara bentuk kemerdekaan paling mendasar adalah merdeka dari hawa nafsu.

Sebab, tak sedikit orang yang secara lahiriah tampak merdeka, bebas bergerak, berpendapat, dan hidup tanpa tekanan. Namun, di balik itu semua, mereka masih terjajah oleh nafsu mereka sendiri. Allah SWT berfirman:

أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَـٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍۢ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya” (QS. Al-Jatsiyah: 23)

Islam memandang bahwa tunduk pada hawa nafsu adalah salah satu bentuk perbudakan paling berbahaya. Ia tidak mengikat tubuh, tapi mengekang jiwa.

Diam-diam, hawa nafsu menggerogoti manusia dari dalam, membutakan nurani, melemahkan akal sehat, dan menjauhkan dari kebenaran.

Maka, merdeka sejati bukan sekadar soal kebebasan fisik. Ia adalah kebebasan batin, ketika hati mampu berkata “tidak” pada godaan, dan jiwa kuat untuk memilih jalan yang diridhai Allah.

Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa terhadap kesenangan duniawi yang sering kali bertentangan dengan akal sehat, tuntunan wahyu, dan bisikan hati nurani.

Jika tidak dikendalikan, nafsu dapat menjerumuskan seseorang ke dalam berbagai bentuk penyimpangan.

Nafsu bisa mendorong pada syahwat, kesenangan jasmani yang berlebihan, menumbuhkan ketamakan terhadap harta dan jabatan, menumbulkan rasa malas dalam beribadah, hingga menumbuhkan kecintaan pada dunia yang melalaikan akhirat.

Sedikit demi sedikit, hawa nafsu yang dibiarkan liar akan mengikis ketajaman iman dan menjauhkan seseorang dari jalan yang diridhai Allah.

Karena itulah, Islam menekankan pentingnya pengendalian diri sebagai bagian dari perjuangan menuju kemerdekaan sejati.

Jama’ah Jumat rahimakumullah,

Sudahkah kita merdeka dari kecintaan berlebihan terhadap dunia?

Merdeka dari kecintaan berlebihan terhadap dunia, maksudnya mampu melepaskan diri dari keterikatan yang berlebihan terhadap hal-hal duniawi seperti harta, jabatan, popularitas, atau kesenangan sesaat, yang sering kali membuat kita lupa pada tujuan hidup yang sejati: mendekat kepada Allah dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat.

Kemerdekaan sejati bukan ketika seseorang punya segalanya, tetapi saat ia tidak diperbudak oleh apa pun. Bukan terpesona oleh gemerlap dunia, melainkan tetap sadar bahwa semuanya hanyalah titipan sementara.

Harta, jabatan, dan kemewahan bukanlah musuh, namun jika hati terlalu terpaut padanya, maka manusia mulai kehilangan arah. Hidup jadi sekadar perlombaan mengejar kepuasan lahiriah, bahkan sampai rela mengorbankan nilai, integritas, dan akhirat hanya demi dunia yang fana.

Allah SWT mengingatkan dengan firman-Nya:

ٱعْلَمُوٓا أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌۭ وَلَهْوٌۭ وَزِينَةٌۭ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌۭ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَـٰدِ

“Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan” (QS. Al-Hadid: 20)

Inilah bentuk perbudakan yang paling halus namun berbahaya: ketika manusia mengabdi pada dunia, bukan pada Tuhannya.

Namun, bebas dari perbudakan dunia bukan berarti kita harus meninggalkan dunia sepenuhnya. Islam tidak mengajarkan untuk lari dari kehidupan, tetapi mengatur bagaimana menempatkan dunia di tangan, bukan di hati.

Harta bisa jadi sumber kemaslahatan jika digunakan dengan bijak. Jabatan adalah amanah, bukan alat untuk menyombongkan diri.

Kesenangan dunia boleh dinikmati, selama tidak melalaikan kita dari akhirat. Inilah hakikat kemerdekaan batin: saat seseorang bisa menjalani kehidupan dunia dengan tenang.

Jama’ah Jumat rahimakumullah,

Sudahkah kita merdeka dari kemaksiatan dan dosa?

Merdeka sejati adalah terbebas dari belenggu maksiat dan dosa. Karena sebenarnya, dosa adalah bentuk perbudakan spiritual, hati jadi gelap, jiwa sempit, dan hidup terasa jauh dari keberkahan.

Orang yang terus-menerus terjebak dalam dosa akan kehilangan rasa peka terhadap kebenaran. Bahkan, hal yang salah bisa terasa biasa saja.

Padahal, setiap dosa adalah tembok penghalang antara kita dan Allah. Maka, saat kita berusaha menjauhi kemaksiatan, itu artinya kita sedang mengembalikan jiwa kita kepada fitrahnya, jiwa yang bersih, suci, dan rindu akan ketaatan.

Bebas dari dosa itu awal dari hidup yang tenang dan hati yang lapang. Ketika kita mampu menahan diri – menjaga pandangan, lisan, dan perbuatan – saat itulah kita sedang memerdekakan diri dari jeratan syahwat yang menipu.

Tentu, bukan berarti kita tak pernah salah, tapi kita terus berusaha kembali kepada Allah dengan taubat, dan memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Allah berfirman:

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًۭا صَـٰلِحًۭا فَأُو۟لَـٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَـٰتٍۢ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا . وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَـٰلِحًۭا فَإِنَّهُۥ يَتُوبُ إِلَى ٱللَّهِ مَتَابًۭا

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan-kejahatan mereka akan diganti Allah dengan kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan barang siapa bertaubat dan mengerjakan kebaikan, maka sungguh ia kembali kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan: 70–71)

Inilah kemerdekaan ruhani yang paling mulia: saat hati bersih, amal diterima, dan hidup hanya ditujukan untuk mencari ridha-Nya. Karena, pada akhirnya, manusia yang paling merdeka adalah mereka yang paling taat kepada Allah.

Kalau kita masih terjebak dalam maksiat dan jauh dari kebaikan, berarti kita sebenarnya masih “terjajah”, hanya saja bentuknya berbeda.

Oleh karena itu, mari kita jadikan momentum kemerdekaan ini bukan sekadar seremonial, tapi sebagai titik balik untuk membangun diri dan bangsa yang bertakwa, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد

فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ

Do’a Penutup

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ

!!!عِبَادَاللهِ

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_imgspot_img

Terbaru lainnya

Recent Comments