Oleh: Dr. Muhammad Shaleh, M.I.Kom.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
أما بعد : عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat Yang Maha Mengatur kehidupan, yang dengan kasih sayang-Nya kita masih diberi kesempatan untuk menghirup udaranya, berdiri tegak di rumah-Nya, dan merasakan nikmat iman serta Islam.
Betapa agung karunia-Nya, betapa sempurna hikmah-Nya, hingga setiap detik kehidupan ini pun menjadi bukti bahwa kita tidak pernah luput dari pengawasan dan rahmat-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, manusia pilihan, cahaya petunjuk bagi umat manusia yang terbenam dalam kegelapan.
Beliaulah yang mengajarkan kita arti ketundukan yang tulus, kekuatan dalam shalat, serta keteguhan dalam amal. Di tengah kesibukan dunia yang melelahkan dan arus kehidupan yang kian deras, keteladanan beliau adalah kompas penunjuk arah menuju ridha Ilahi.
Jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah Ta’ala,
Shalat, sebagai rukun Islam kedua, bukan sekadar ritual penggugur kewajiban. Lebih dari itu, ia adalah fondasi utama bagi pembentukan karakter Muslim yang komprehensif.
Dalam bingkai Ahlussunah Wal Jama’ah, implementasi nilai-nilai shalat dalam kehidupan sehari-hari menjadi sebuah keniscayaan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Koneksi antara shalat dan etos kerja seorang mukmin dapat dilihat dari nilai muraqabah yang ditanamkan.
Shalat yang dikerjakan dengan penuh kesadaran menumbuhkan perasaan senantiasa diawasi oleh Allah SWT, Yang Maha Melihat dan Maha Mendengar.
Perasaan inilah yang menjadi kontrol konstruktif dalam setiap langkah kehidupan seorang mukmin, termasuk dalam etos kerjanya.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Dengan mental muraqabah yang terinternalisasi dari shalat, seorang mukmin sejati akan termotivasi untuk selalu memberikan yang terbaik dalam setiap pekerjaannya.
Ia bertindak dengan disiplin tinggi layaknya shalat yang terikat waktu, menghargai waktu karena setiap detik adalah amanah, serta senantiasa memperhitungkan efektivitas dan efisiensi dalam setiap tindakan.
Segala bentuk kemubaziran dihindari karena dianggap sebagai bagian dari langkah syaitan yang merugikan, sebagaimana shalat mengajarkan kesederhanaan dan keberkahan.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Yang Pertama, shalat adalah pondasi utama amalan dan basis nilai kehidupan. Perintah shalat ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam ayat ini, Allah SWT tidak hanya memerintahkan untuk menegakkan shalat, melainkan juga menjelaskan dampak transformatifnya.
Para ulama menjelaskan bahwa menegakkan shalat bukan sekadar menjalankan gerakan dan bacaan sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Lebih dari itu, menegakkan shalat menuntut kehadiran hati, penghayatan, dan tadabbur (perenungan) terhadap setiap bacaannya. Puncaknya, seluruh nilai-nilai dari bacaan shalat tersebut harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Urgensi shalat diperkuat dengan statusnya sebagai ibadah paling utama bagi setiap mukmin, bukan sekadar rutinitas.
Shalat menuntut fokus dan kesungguhan karena kelak di Hari Kiamat, shalat akan menjadi amalan pertama yang dihisab di hadapan Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ”
(Perkara pertama yang akan dihisab dari seorang hamba pada Hari Kiamat adalah shalatnya.) (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah r.a.)
Hadits ini menegaskan, jika shalat seorang hamba diterima, seluruh amalannya akan diterima; sebaliknya, jika shalatnya tertolak, maka seluruh amalannya pun akan ditolak.
Dari sini, jelas bahwa seluruh aktivitas dan perbuatan manusia di dunia ini sangat bergantung pada kualitas shalatnya. Ini berarti, nilai-nilai yang terkandung dalam bacaan shalat harus menjadi basis nilai yang mewarnai setiap aspek kehidupan seorang mukmin.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Yang Kedua, shalat sebagai bingkai produktivitas dalam berbagai bidang kehidupan.
Ketika gambaran aktivitas seorang mukmin terbingkai oleh keimanan dan keyakinan kepada Allah, ia pasti akan menjadi pribadi yang produktif dan senantiasa melakukan kerja-kerja konstruktif di berbagai bidang yang ia geluti.
Mari kita ambil contoh konkret di beberapa ranah kehidupan. Dalam dunia pendidikan, misalnya.
Ketika seorang mukmin yang berprofesi sebagai pendidik menegakkan shalat dan kemudian terjun dalam dunia pendidikan, ia tidak hanya menjalankan kewajiban ritual, melainkan menerjemahkan seluruh nilai shalat ke dalam setiap helaan napas proses pengajarannya.
Ini adalah wujud integrasi iman dalam profesi, sebuah manifestasi nyata dari ketakwaan. Bagi pendidik Muslim, bacaan “Allahu Akbar!” saat takbiratul ihram adalah fondasi yang menancap kuat di hati.
Prinsip ini berarti dalam mengajar, fokus utama adalah membesarkan Allah SWT, bukan diri sendiri atau hal duniawi.
Dengan demikian, pendidik akan membimbing murid-murid untuk meyakini bahwa hanya Allah yang Maha Besar, Maha Kuasa, dan satu-satunya yang patut disembah, bukan sekadar hafalan, melainkan penanaman akidah yang kokoh.
Implikasi dari “mengingat Allah lebih besar” harus termanifestasi dalam setiap aktivitas di kelas. Membesarkan Allah menjadi tujuan utama dari setiap materi, metode, dan interaksi.
Ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan diajarkan sebagai jalan untuk mengenal kebesaran Allah, mensyukuri nikmat-Nya, dan beribadah kepada-Nya.
Hasilnya adalah lahirnya generasi yang tidak hanya ahli dan kompeten, tetapi juga memiliki karakter mulia sebagai pribadi yang takut kepada Allah, tunduk kepada-Nya, dan menyembah-Nya semata. Mereka adalah insan-insan yang ilmu dan akhlaknya selaras, menjadikan setiap pencapaian sebagai pengabdian kepada Sang Pencipta.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Dalam di dunia ekonomi dan bisnis juga begitu. Di dunia ekonomi dan bisnis, seorang mukmin, baik sebagai ahli ekonomi maupun pengusaha, yang mengaplikasikan prinsip shalat akan senantiasa menunjukkan kerendahan hati dan jauh dari kesombongan, bahkan ketika mencapai puncak kesuksesan dan bergelimang harta.
Keyakinan teguh bahwa kebesaran sejati hanya milik Allah mencegahnya dari ujub (kagum pada diri sendiri) atau merasa diri paling hebat.
Sikap sombong ini bertolak belakang dengan esensi shalat, yang mengajarkan kerendahan hati dan kepasrahan total di hadapan Allah.
Setiap gerakan shalat, terutama sujud, menekankan ketidakberdayaan kita di hadapan Sang Pencipta, mengajarkan bahwa semua pencapaian adalah anugerah-Nya. Dengan demikian, kesuksesan justru akan membuatnya semakin bersyukur dan tawadhu’ (rendah hati).
Begitu pula dalam dunia politik dan kepemimpinan. Bagi politisi atau pemimpin, kesadaran sebagai hamba Allah yang menginternalisasi nilai shalat membentuk prinsip hidup yang mengagungkan kebesaran-Nya. Dengan begitu, jabatan setinggi apa pun tidak akan menjadikannya sombong.
Shalat, melalui takbiratul ihram “Allahu Akbar”, meniadakan segala kesombongan. Ini mengingatkan pemimpin bahwa hanya Allah yang patut diagungkan, menumbuhkan tawadhu’ (kerendahan hati) mendalam.
Dengan begitu, kepemimpinan bukan lagi tentang kebanggaan diri dan aksi aksi tak terpuji seperti korupsi, melainkan amanah besar yang diemban penuh tanggung jawab, semata demi mencari rida Allah. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW:
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi.” (HR. Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Nilai yang Ketiga, adalah menginternalisasi seluruh nilai shalat. Ini baru satu nilai shalat: takbiratul ihram, sebuah pengagungan yang mengikis kesombongan dan menancapkan kebesaran Allah.
Bayangkan, bagaimana jika seluruh nilai bacaan shalat, dari takbir pembuka hingga salam penutup, khususnya Ummul Kitab (Al-Fatihah), berhasil diinternalisasikan dan diimplementasikan secara menyeluruh dalam hidup kita?
Niscaya, setiap aspek kehidupan Muslim akan sempurna terwarnai nilai-nilai Islam. Cara kita bekerja, berinteraksi, memimpin, dan mengelola keuangan, semuanya akan memancarkan cahaya shalat. Hasilnya, seorang mukmin akan bersinar dengan akhlak Qur’ani yang termanifestasi nyata di setiap ranah kehidupan.
Melalui internalisasi shalat yang utuh ini, kehidupan mulia akan terwujud kembali di masyarakat, persis seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW di Madinah, sebuah komunitas Muslim yang berjamaah dan berkepemimpinan. Inilah visi hidup yang dibangun di atas fondasi ibadah sejati.
Seorang mukmin yang teguh berpegang pada prinsip Ahlussunah Wal Jama’ah akan senantiasa meraih keselarasan dan keseimbangan sempurna antara kehidupan dunia dan akhirat.
Hal ini terwujud karena ia mampu menginternalisasi dan menerapkan seluruh kandungan nilai dalam shalat ke setiap aspek kehidupannya.
Pada akhirnya, dengan konsistensi ini, Islam kaaffah akan terwujud dengan sempurna dalam diri dan lingkungannya. Wallahu A’lam bis shawab.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
Do’a Penutup
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. اللّهُمَّ وَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ وَأَتْمِمْ تَقْصِيْرَنَا وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ . وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ
!!!عِبَادَاللهِ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ