Oleh : Ust Drs Nasri Bukhari MPd, Ketua DPW Hidayatullah Sulsel
HidayatullahSulsel.com — Hari yang paling utama dari semua hari dalam sepekan adalah hari Jumat. Kemuuliaannya dikhususkan hanya bagi kaum Muslimin yang beriman.
Hari Jumat memiliki arti sangat istimewa sebagai hadiah dari Allah atas penyambutannya dengan semangat beribadah yang tinggi.
Terdapat beberapa dalil yang menunjukan keutamaan dan kemuliaan hari Jumat. Hari yang penuh barakah dan keagungan. Dari beberapa keutamaan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, Rajanya hari dan lebih agung dari hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits: “Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada Hari Raya Qurban dan Hari Raya Fitri. Pada hari Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Pada hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali silaturahim. Kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.”
Rasulullah kembali menjelaskan hal yang mengistimewakan hari Jumat dengan beberapa peristiwa besar, Sebagaimana dalan hadist riwayat Muslim;
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.”
Kedua, Hajinya orang yang tidak mampu. Haji adalah kewajiban bagi setiap muslim yang mampu. Bagi yang bergembira dengan hari Jumat mendapatkan ganjaran senilai dengan ibadah haji.
Sehingga bagi yang tidak mampu beribadah haji, ketika menjalankan shalat Jumat mendapatkan ganjaran senilai haji.
Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jumat merupakan hajinya orang-orang fakir.”
Terkait hadits tersebut, Syekh Ihsan bin Dakhlan menjelaskan bahwa yang dimaksud berangkatnya orang-orang yang tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat menuju tempat haji dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda tingkat pahalanya. Dalam hadits ini memberi dorongan untuk melakukan ibadah Jumat.
Ketiga, terdapat waktu-waktu dikabulkannya do’a.
Dalam hari Jumat terdapat waktu yang Allah mengabulkan doa seseorang. Sebagaimana dalam haditsnya; “Pada hari Jumat terdapat waktu yang tidaklah seorang hamba muslim salat dan meminta kebaikan kepada Allah, kecuali Allah akan mengabulkannya.” (HR Bukhori dan Muslim).
Beberapa ulama memberi penafsiran berbeda terhadap waktu yang tepat untuk berdoa. Dari semua pendapat itu, terdapat dua pendapat yang paling kuat yaitu waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jum’at. Hal itu sebagaimana pendapat Imam an-Nawawi rahimahullah.
Pendapat lain, bahwa batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘Ashar.
“Hari Jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang Muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘Ashar.”(HR Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud)
Keempat, Dosa-dosanya diampuni diantara dua hari Jumat. Keberkahan ini diberikan kepada siapa saja yang menunaikan shalat Jum’at sesuai dengan tuntunan adab dan tata cara yang benar.
Sebagaimana hadits Rasulullah, maka dosa-dosa ummat yang terjadi antara Jum’at tersebut dengan Jum’at sebelumnya akan diampuni.
Sebagaimana disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dari Salman al-Farisi Radhiyallahu anhu. Dia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan ke Jum’at berikutnya.”
Selanjutnya dalam hadist Shahih Muslim terdapat tambahan tiga hari. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mandi lalu berangkat Jum’at, kemudian mendirikan shalat semampunya, selanjutnya diam mendengarkan khutbah (imam) hingga khutbahnya selesai kemudian shalat bersama imam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at itu hingga Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari lagi.”
“Shalat fardhu lima waktu, shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antara masa tersebut jika ia menjauhi dosa-dosa besar.”
Para ulama mensyaratkan terampuninya dosa pada hari Jumat ke hari Jumat berikutnya. Selama seseorang menjauhkan dari al-kabaa-ir (dosa-dosa besar) sebagai keutamaan gugurnya dosa-dosa kecil.
Kelima, adalah ketika bersegerah menuju ke masjid melaksanakan ibadah shalat Jumat.
Hari Jumat sebagai hari raya kaum muslimin adalah hari berkumpulnya di masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan mendengarkan dua khutbah.
Dalam prosesi ibadah itu adalah merupakan pengajian akbar pekanan. Di dalamnya mengandung pengarahan dan pengajaran serta nasihat-nasihat yang ditujukan kepada kaum Muslimin untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala.
Keberkahan dan keutamaan yang besar bagi siapa saja yang bersegera berangkat ke masjid lebih awal untuk shalat Jum’at. Sebagaimana dalam Hadits Abu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi janabah lalu segera pergi ke masjid, maka seakan-akan berqurban dengan unta yang gemuk, dan barangsiapa yang pergi pada jam yang kedua, maka seakan-akan ia berqurban dengan sapi betina, dan barangsiapa pergi pada jam yang ketiga, maka seakanakan ia berqurban dengan domba yang bertanduk, dan barangsiapa yang pergi pada jam yang keempat seakan-akan ia berkurban dengan seekor ayam, dan barangsiapa yang pergi pada jam kelima, maka seakan-akan ia berqurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam telah keluar (untuk berkhutbah), maka para Malaikat turut hadir sambil mendengarkan dzikir (nasihat/peringatan).”
Muslimin yang baik dan bijak adalah sejauh mana mampu bersegera mensikapi dengan antusias dari berbagai motivasi dari beberapa hadist Rasulullah tentang kemuliaan dan keberkahan hari jumat di atas.(*)