Oleh : Ust Drs Nasri Bukhari MPd, Ketua DPW Hidayatullah Sulsel
HidayatullahSulsel.com — Hidayah dapat dipandang sebagai perkara yang paling penting dan kebutuhan yang paling mendasar dalam kehidupan manusia.
Hidayah adalah pangkal segala kebaikan, sebab tidak mungkin menggapai keselamatan dan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat tanpa petunjuk dari Allah.
Hidayah adalah ketentuan dari Allah, bisa terjadi pada setiap orang, tanpa kita duga atau kita tebak sebelumnya. Peran manusia hanya berfungsi sebagai pengantar, namun tentu ada peran penting berupa mujahadah untuk mendapatkan hidayah.
Dberikannya hidayah kepada yang dikehendakiNya dan disesatkanNya kepada siapa yang tidak mengikuti petunjukNya.
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk (dalam semua kebaikan dunia dan akhirat); dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi (dunia dan akhirat)” (QS al-A’raaf:178).
Sesungguhnya hidayah tidak diberikan hanya kepada manusia saja. Muhammad Abduh dalam Tafsir Al- Manar, menyatakan bahwa hidayah pada hakekatnya diberikan Allah kepada semua makhluk-Nya.
Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Miftah Daar As-Sa’adah. Ada empat tingkatan hidayah dan disebutkan dalam Al-Qur’an.
Tingkatan pertama: adalah hidayah dalam bentuk umum. Pengetahuan umum kepada semua makhluk tentang apa yang baik dan buruk tentang kehidupannya
“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS. Al-A’laa: 1-3).
Dalam ayat ini disebutkan empat perkara: (1) khalaqa (menciptakan), (2) fasawwa (menyempurnakan), (3) qaddaro (menentukan kadar sebab maslahat dalam kehidupan dan aktivitas), (4) fahadaa (memberi petunjuk).
Ibnu Katsir mengatakan, “Dia (Allah) telah menciptakan makhluk dan menyempurnakan setiap makhluk-Nya dalam bentuk yang paling baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar bagi makhluk-Nya dan memberi mereka petunjuk kepada takdirnya”.
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah “yang memberi petunjuk kepada manusia untuk celaka dan untuk bahagia, dan memberi petunjuk kepada hewan ternak untuk memakan makanannya di padang-padang tempat penggembalaannya.”
Dengan kasih sayang Allah kepada mahlukNya, Dia berikan petunjuk tidak hanya kepada manusia tapi kepada semua mahlukNya. Sehingga semua mahluk hidup bisa melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya
Tingkatan kedua: Hidayah bayan wa dalalah (hidayah penjelasan dan petunjuk).
Yang dimaksud adalah hidayah berupa penjelasan kepada hamba dan hal ini tidak mengharuskan mendapatkan hidayah yang sempurna.
Allah Ta’ala berfirman mengenai tingkatan kedua dari hidayah adalah ayat, “Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk.” (QS. Fussilat: 17)
Tingkatan ketiga: Hidayah taufik dan ilham.
Hidayah ini diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki sebagaimana disebutkan dalam ayat, “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).” (QS. Yunus: 25)
Ada yang diberikan hidayah berupa penjelasan, tetapi belum tentu mendapatkan hidayah taufik. “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Qasas: 56)
Tingkatan keempat: Hidayah di akhirat menuju surga atau neraka.
Ada juga mendapatkan hidayah atau petunjuk tapi atas kemaksiatannya kepada Allah dia pun mendapatkan petunjuk. Namun bukannya petunjuk ke surga tapi ke neraka, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala
“(kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (QS. As-Saffat: 22-23)
Menurut Ibnu Katsir, hidayah ini bermakna yakni “tunjukkanlah mereka jalan menuju ke Jahanam.” Atas segala perbuatannya maka Allah memberi balasan kepada mereka jalan tol masuk surga, Jalan itu adalah hidayah dari Allah, walaupun jalan itu adalah jalan ke neraka
Semakna dengan ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat dengan muka mereka (diseret) dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah bagi mereka nyalanya. (Al-Isra: 97)
Karena perbuatan buruknya seorang hamba mendapatkan balasan jalan ke neraka. Sebagaimana halnya seseorang karena perbuatan baiknya maka mereka juga mendapatkan jalan yang baik menuju syurga. Sesuai perkataan penghuni syurga;
“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 43)
Dia telah menciptakan makhluk dan menyempurnakan setiap makhluk-Nya dalam bentuk yang paling baik. Demikian! halnya telah menentukan kadar bagi makhluk-Nya, dan juga memberi mereka petunjuk kepada takdirnya. yg buruk jalannya pasti keneraka
Namun atas kasih sayangNya, Al-Quran diturunkan sebagai hudan dan syifa’ Allah Ta’ala berfirman dalam .QS. Yunus Ayat 57, “Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.
Al-Quran sebagai hudan. Tidak mungkin orang itu tersesat ketika berQur’an, yang seharusnya berfungsi sebagai syifa atau obat. Ketika Al-Quran tidak menjadi syifa, berarti ada penyakit dalam dadanya yang harus diobati.
Untuk apa diobati ? Agar manusia yang ber-Quran akan mendapatkan rahmat-Nya dan diapun menebar kasih sayang, serta rasa cintanya kepada sesama temannya semakin baik. Dan dengan ber-Qur’an manusia akan mencapai kesempurnaan ketaqwaan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat.(*)