Oleh : Azhari, S.H.I., M.Pd.I.*
Makna Ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah adalah tumbuh dan bertambahnya segala bentuk kebaikan. Hak istimewa ini melekat padanya yang tidak ditemui di luar Ramadhan.
Bentuk keistimewaan yang paling nyata dari bulan ini adalah sebagai tazkiyah an-nafs: yaitu pembersihan diri dari dosa, penyucian jiwa dari noda, penghapusan segala kesalahan, pemaafan atas khilaf hingga mahgfirah ampunan apa yang telah dilakukan pada masa lalu.
Kita tahu, bahwa amalan paling utama di bulan ini adalah puasa, karena merupakan rukun Islam. Maka semua keutamaan puasa menjadi penguat atas keberkahan yang ada di bulan ini.
Syaikh Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim, Imam Masjid Nabawi sekaligus Qadhi di Madinah berkata:
الصيام يصلح النفوس، و يدفع إلى اكتساب المحامد والبعد عن المفاسد، به تغفر الذنوب و تكفر السيئات.
“Bahwa puasa di bulan Ramadhan akan memperbaiki jiwa, mendorong seseorang mendapatkan sesuatu yang terpuji, menjauhkan diri dari kerusakan. Dengan puasa juga, dosa-dosa diampuni dan menghapus segala keburukan.”
Bahkan Nabi Saw memberi kabar gembira kepada orang yang berpuasa.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله ﷺ: مَن صام رمضان إيمانًا واحتسابًا غُفر له ما تقدَّم من ذنبه. (متَّفق عليه)
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ramadhan adalah timeline hingga finish, yaitu garis waktu sampai batas akhirnya. Siang malamnya, hari-harinya, fase demi fase, semuanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah. Utuh dan menyeluruh.
Artinya Ramadhan tidak sebatas puasa di siang hari, tapi juga ada ibadah di malam harinya yaitu qiyamullail: salat tarawih, tahajud, dan witir. Tapi apa janji Allah bagi orang-orang yang qiyam di malam Ramadhan? Jawabnya, persis sebagaimana balasan orang berpuasa, pembersihan diri berupa ampunan atas dosa yang telah lalu.
Nabi Saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa qiyamullail (menghidupkan malam) di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tak berhenti disitu, bahkan sampai fase akhir, yang merupakan puncak dari rangkaian timeline Ramadhan ini. Yaitu qiyam yang dimaksudkan untuk mencari Lailatul Qadar. Satu waktu khusus di malam tersebut yang disebutkan Allah SWT lebih baik dari 1000 bulan. Ternyata balasannya, lagi-lagi persis sebagaimana balasan orang berpuasa dan orang yang qiyamullail tadi, pembersihan diri berupa ampunan atas dosanya yang telah lalu.
Nabi Saw menegaskan hal tersebut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (متَّفق عليه)
“Barangsiapa menghidupkan malam di malam kemuliaan (Lailatul Qadar) karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bagaimana jika seandainya pada malam itu kita dapati kenyataan Lailatul Qadar. Bahkan kita haqqul yakin, inilah malam yang dimaksudkan itu. Setelah segala daya, upaya dan mujahadah mengarah kesana.
Ternyata petunjuknya juga sama, kita diarahkan untuk memohon dan berdoa agar dimaafkan oleh Allah SWT, Dzat Yang Maha Pemaaf, atas kesalahan dan khilaf yang dilakukan. Artinya hatta di malam Lailatul Qadar sekalipun kita dihantarkan untuk melakukan pembersihan diri dengan berdoa terkait hal tersebut.
Mari kita lihat saran Nabi Saw kepada istrinya Aisyah ra ketika tahu bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadar.
عن عائشة – رضي الله عنها – قالت: قلت: يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها؟ قال: قولي: اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني (رواه أحمد)
Dari Aisyah RA, beliau berkata:
“Wahai Rasulullah, bagaimana bila aku mengetahui malam Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?” Beliau (Rasulullah SAW) menjawab, “Ucapkanlah, Allahuma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya, Allah sesungguhnya Engkau Maha pemaaf, dan suka memberi maaf, maka maafkanlah aku’.” (HR Ahmad)
Mungkin kita bertanya. Sarannya ko’ simple banget, minta maaf kepada Allah. Padahal kan ini Lailatul Qadar, malam kemuliaan yang jangkauannya unlimited, 1000 bulan lebih bahkan tak terhingga. Mengapa tidak disuruh minta yang lainnya. Hanya sebaris kalimat tadi.
Tapi sejatinya, ini adalah saran yang luar biasa dari suri teladan manusia, Rasulullah Saw. Sebab esensi dari Ramadhan ini sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu tazkiyah an-nafs: pembersihan diri dari dosa, salah dan khilaf. Mengapa kita tidak minta itu di momentum terbaiknya bulan ini.
Malam itu, para malaikat turun memenuhi bumi. Pencapaian terbesar bagi seorang hamba dalam rangkaian ibadah ramadhan, untuk kemudian sadar merenung dan memaknai hadirnya tamu istimewa ini. Bahwa ia datang sebagai wasilah tazkiyah an-nafs atas khilaf, salah, dan dosa yang telah dilakukannya di masa lalu, lalu mengubahnya kembali ke setelan awal sebagaimana dahulu ia dilahirkan. Idul Fitri, kembali suci.
Sungguh menarik menjadi renungan bagi kita terkait keterangan Nabi Saw, atas kerugian orang-orang mendapati Ramadhan tapi kemudian tidak diampuni dosanya. Sebab ini aneh, bagaimana mungkin semua janji dan balasan atas amalan di bulan Ramadhan adalah pengampunan dosa, justru ia tidak mendapatkannya.
رغم أنف رجل دخل عليه رمضان ثم انسلخ قبل أن يغفر له (رواه الترمذي عن أبي هريرة)
“Celakalah seorang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan itu berakhir dalam keadaan belum diampuni dosa-dosanya.” (HR Tirmidzi)
Inilah rangkaian amalan di bulan Ramadhan beserta janji, reward dan balasan yang menyertainya. Bahwa sejatinya Ramadhan datang untuk membersihkan diri, menyucikan jiwa, menghapus kesalahan, hingga mengampuni dan memaafkan dosa-dosa yang telah lalu.
*) Alumni STIS Hidayatullah Balikpapan, kini Pengajar di AISBA Balikpapan