Friday, July 4, 2025
Google search engineGoogle search engine
HomeArtikelJati Diri Seorang Hamba (2): Lezatnya Iman dan Durian

Jati Diri Seorang Hamba (2): Lezatnya Iman dan Durian

Bagi pencinta durian, godaan buah beraroma khas tersebut tak akan pernah pudar—bahkan di tengah kesucian Ramadhan. Saya pun tak luput dari bujukan unggahan durian Tombang Luwu milik sahabat karib saya, Ustadz Burhanuddin. Bukan durian biasa, melainkan varietas langka dengan cita rasa menggugah yang hanya ditemukan di pelosok Tombang, Luwu.

Postingan itu mungkin sekadar ajakan halus bagi para penggemar durian untuk menjelajah Tombang. Selain menikmati kelezatan buahnya, pengunjung juga disuguhi pemandangan alam memesona: hutan perawan yang masih membalut sebagian besar wilayah itu.

Kabar soal durian Tombang yang viral ini kerap disebarkan oleh Puang Karua—sapaan akrab Ustadz Burhanuddin—seorang yang memikul dua amanah strategis: Ketua DPD Hidayatullah Palopo dan Ketua Yayasan Pesantren Agro Bisnis Tombang.

Namun, saya sengaja tak ingin terjebak membahas tugas-tugas beliau. Jargonnya yang pernah viral, “Kerja profesional butuh operasional”—sindiran halus bahwa kinerja maksimal mustahil tercapai tanpa dukungan anggaran—bisa jadi pintu diskusi yang tak berujung.

Yang justru menyentuh hati adalah foto petani durian dalam unggahannya. Meski tubuhnya sempoyongan menuruni lereng hutan sambil menggendong hasil panen, raut wajahnya memancarkan sukacita murni. Sebuah kontras yang mengajarkan makna syukur.

Lebih unik lagi, masyarakat Tombang ternyata jarang merawat kebun durian mereka. Sepanjang tahun, pohon-pohon itu dibiarkan tumbuh alami. Baru ketika musim buah tiba, mereka kembali mencari tanda-tanda rezeki di balik kuntum bunga yang merekah.

Durian dan Ramadhan: Dua “Musim” yang Menghadirkan Berkah
Ada benang merah yang mengaitkan kisah durian Tombang dengan kehadiran Ramadhan. Meski kita kerap lalai memelihara konsistensi ibadah usai Ramadhan, bulan suci ini tetap datang setiap tahun bagai tamu agung yang membawa segudang peluang amal dan kebahagiaan.

Laksana durian yang memancar harum dan manis, Ramadhan menghadirkan “buah” keharuman spiritual. Aromanya menyentuh siapa saja—baik yang tekun berpuasa maupun yang belum sepenuhnya menjalankan. Berkah rezeki duniawi pun mengalir deras, dinikmati oleh muslim dan nonmuslim tanpa sekat.

Namun, puncak kelezatan sesungguhnya terletak pada taqwa—buah iman yang hanya bisa dirasakan oleh hati yang tunduk. Inilah nikmat tertinggi yang lahir dari hubungan intim antara hamba dengan Sang Pencipta melalui ibadah, zikir, dan tadarus Al-Qur’an.

Kelezatan ini melampaui segala bentuk kesenangan duniawi. Ia menghadirkan ketenangan jiwa, kebahagiaan hakiki, dan kepuasan batin yang tak tergantikan oleh materi atau hawa nafsu—bahkan mengalahkan lezatnya durian jenis apa pun.

Lezat yang Berlipat
Kecuali jika durian itu dinikmati usai buka puasa, diawali dengan doa syukur, lalu dibagikan ke tetangga. Di sinilah lezatnya bertambah lezat: kebahagiaan dunia-akhirat yang bersatu dalam satu kesempatan. Barakallah!

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments